Minggu, 09 Mei 2010

KH. M. Arwani Amin



Ditulis oleh Rosidi


Sosok Alim, Santun dan Lembut
ImageYanbu’ul Qur’an Adalah pondok huffadz terbesar yang ada di Kudus. Santrinya tak hanya dari kota Kudus. Tetapi dari berbagai kota di Nusantara. Bahkan, pernah ada beberapa santri yang datang dari luar negeri seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.

Pondok tersebut adalah pondok peninggalan KH. M. Arwani Amin. Salah satu Kyai Kudus yang sangat dihormati karena kealimannya, sifatnya yang santun dan lemah lembut.
KH. M. Arwani Amin dilahirkan dari pasangan H. Amin Sa’id dan Hj. Wanifah pada Selasa Kliwon, 5 Rajab 1323 H., bertepatan dengan 5 September 1905 M di Desa Madureksan Kerjasan, sebelah selatan masjid Menara Kudus.

Nama asli beliau sebenarnya Arwan. Tambahan “I” di belakang namanya menjadi “Arwani” itu baru dipergunakan sejak kepulangannya dari Haji yang pertama pada 1927. Sementara Amin bukanlah nama gelar yang berarti “orang yang bisa dipercaya”. Tetapi nama depan Ayahnya; Amin Sa’id.
KH. Arwani Amin adalah putera kedua dari 12 bersaudara. Saudara-saudara beliau secara berurutan adalah Muzainah, Arwani Amin, Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhah dan Ulya.

Dari sekian saudara Mbah Arwani (demikian panggilan akrab KH. M. Arwani Amin), yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in.

Ahmad Da’in, adiknya Mbah Arwani ini bahkan terkenal jenius. Karena beliau sudah hafal al-Qur’an terlebih dahulu daripada Mbah Arwani. Yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris.
Kecerdasan dan kejeniusan Da’in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar.

Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi, kelebihan Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca al-Qur’an. Di mana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an meski tidak hafal.
Selain barokah orantuanya yang cinta kepada al-Qur’an, KH. Arwani Amin sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-ulama.
Tak kurang, 39 tahun beliau habiskan untuk berkelana mencari ilmu. Diantara pondok pesantren yang pernah disinggahinya menuntut ilmu adalaj pondok Jamsaren (Solo) yang diasuh oleh Kyai Idris, Pondok Tebu Ireng yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Munawir (Krapak) yang diasuh oleh Kyai Munawir.

Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para Kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu.
Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH. Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani (KH. Haramain) pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus saja.

Akhirnya, Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari KH. Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri.
Dari pernikahannya dengan Bu Naqi ini, Mbah Arwani diberi empat keturunan. Namun yang masih sampai sekarang tinggal dua, yaitu KH. M. Ulinnuha dan KH. M. Ulil Albab, yang meneruskan perjuangan Mbah Arwani mengasuh pondok Yanbu’ sampai sekarang.
Yah, demikian besar jasa Mbah Arwani terhadap Ummat Islam di Indonesia terutama masyarakat Kudus, dengan kiprahnya mendirikan pondok yang namanya dikenal luas hingga sekarang.

Banyak Kyai telah lahir dari pondok yang dirintisnya tersebut. KH. Sya’roni Ahmadi, KH. Hisyam, KH. Abdullah Salam (Kajen), KH. Muhammad Manshur, KH. Muharror Ali (Blora), KH. Najib Abdul Qodir (Jogja), KH. Nawawi (Bantul), KH. Marwan (Mranggen), KH. Ah. Hafidz (Mojokerto), KH. Abdullah Umar (Semarang), KH. Hasan Mangli (Magelang), adalah sedikit nama dari ribuan Kyai yang pernah belajar di pondok beliau.
Kini, Mbah Arwani Amin telah tiada. Beliau meninggal dunia pada 1 Oktober 1994 M. bertepatan dengan 25 Rabi’ul Akhir 1415 H. Beliau meninggal dalam usia 92 tahun.
Namun, meski beliau telah meninggal dunia, namanya tetap harum di hati sanubari masyarakat. Pondok Yanbu’ul Qur’an, Madrasah TBS, Kitab Faidlul Barakat dan berbagai kitab lain yang sempat ditashihnya, menjadi saksi perjuangan beliau dalam mengabdikan dirinya terhadap masyarakat, ilmu dan Islam.***
[Rosidi/Arwaniyyah]

- www.arwaniyyah.com -

Sepeda Cinta

oleh : Kiai Budi


Sedulurku tercinta, kalau ada apa saja dilaporkan ke Kiai yang satu ini, buruk atau baik, suka atau duka, selalu beliau berkata pelaan--sae-sae (bagus-bagus). Harap maklum, dalam pandangan batin beliau ini, mana af'al Allah yang tidak baik. Beliau disamping begawan Qur'an, menguasahi kitab kuning, dan wira'i (orang yang menjaga adab). Pesantrennya menelorkan jagoan hafidz yang menyebar di seluruh nusantara, bahkan sampai tetangga negara ini. Tutur katanya lembut, kalau pas ngendikan (berkata-kata) sambil merunduk. Pelayanan kepada masyarakat bagian dari nafas hidupnya, tidak bermobil, tidak sepeda motor--saat zaman itu, pakai sepeda onthel. Tirakat semacam ini amat mafhum, sebab menanggung derita dengan manis adalah adab yang harus dibayar dalam ranah cinta. Manakala mengabulkan permintaan masyarakat, beliau mengayuh sepeda, sementara santri yang diboncengkannya. Selalu begitu. Misalnya ada orang sowan (silaturrahmi), bilang kalau dirinya masih suka nonton bioskop, beliau lembut bilang--sae-sae. Ternyata sampai dirumah menjadi bahan diskusi panjang, pada ujungnya temannya ada yang menjawab, sae menurut Yai itu, hanya bagus menurut hawa nafsumu bukan menurut yang sejati. Kalau ada yang mengadu tentang musibah, Yai juga bilang sae, ternyata sae disini pada ujung diskusi bahwa setiap apapun--termasuk tertusuk jarum--sebagai tebusan dosa dan kesalahan. Semua sae, namun sae itu bertingkat-tingkat. Pada suatu saat, Yai mendatangi lokasi pengajian (semaan), yang tadinya cuaca terang, baru separo perjalanan mengasuh sepeda, hujan datang, berteduhlah disuatu gardu kampung. Begitu hujan reda, yang namanya jalan ndeso, tadinya mulus berbalik becek, perjalanan masih tiga kilometer. Nak,,--dawuh Yai, untuk bisa pulang kita nanti bermalam di sana, menanti jalan bagus, maka sekarang bawalah ini sandalku, aku yang memanggul sepedanya. Yai,,--jerit santri, akulah yang memanggul, jangan Yai. Tidak Nak--lanjut Yai, saksikanlah Nak, aku memberi pelajaran kepadamu, semoga hidupmu berkah, aku tunjukkan Nak kalau ingin tahu jalur tercepat rahmat Gusti Allah turun kepadamu, bayarlah ongkos pelayanan tanpa pamrih ini. Tidak Yai,,--pekik santri. Tidak Nak cah bagus--sambung Yai. Santri menerima sandal dengan gemetaran seluruh sendi tubuhnya, air matanya mulai keluar. Langit bumi menjadi saksi. Seorang begawan Qur'an nampak sedang memanggul sepeda sepanjang jalan tiga kilo meter, sambil menjawab sapaan setiap orang yang bertemu, sambil senyum. Santri dengan merunduk ketakdziman, dengan berurai air mata sepanjang jalan, sambil curi2 pandang--ternyata sambil memanggung sepeda onthel bibir Yai ndremimil tadarus Qur'an dengan bisik2, bagai bercumbu dengan Tuhan....Kawan-kawan, inilah sepenggal kisah orang sholeh, Romo K.H.Arwani Kudus pengasuh Pesantren Huffadz Yambuul Quran, istriku salah satu dari alumni pesantren beliau (Allahu yarham). Kalau engkau pernah mendengarkan kefasihan dariku saat aku dendangkan Quran, itu karena keberkahan beliau, lewat aku mengecup bibir istriku itu kali....:)

Sabtu, 08 Mei 2010

Loading Cinta


oleh : Kiai Budi

Sedulurku tercinta,dalam kepasrahan do'a,yang kita yakini bahwa Tuhan Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan dan Maha Indah lainnya,cukup kiranya menjadikan kita tinggal menunggu jawabanNya. Hasrat cita dan harapan manakala telah kita setorkan datanya ke Tuhan, bagai menanam benih dalam tanah tinggal menunggu musim semi, percayalah. Menanamnya itu yang menjadi syarat sunnahnya, soal hasil itu mau langsung, atau ditunda waktunya, atau tersimpan kokoh disisiNya, karena kepasrahan kita, terserah yang andum (membagi), yakni Dia itu yang kita yakini Maha-Maha. Kuatkan hati, dan lihatlah di layar hatimu kawan, ada info jelas kan?--loading--. Sebuah episode hidupku, aku yakin anda punya suasana yang sama, problem saja yang berbeda, saat petugas PLN membongkar listrik pondok karena alasan perintah, setelah gagal aku mengemis waktu mengulur seminggu untuk bisa membayarnya. Memang ini kesalahanku, telat tiga bulan, namun seperti biasanya, walau kadang telat petugas ada yang ridlo memaklumi, kanthong sakuku, yang bukan pengusaha, bukan pegawai, bukan siapa-siapa--tetapi kali ini tidak. Listrik dibongkar. Bisa anda bayangkan, semuanya macet. Seluruh penghuni komplek aku kumpulkan pada malam hari, ditengah cahaya lilin, di aula yang saat itu Cak Nun menyebut komplek ini sebagai rumah cinta. Aku memberi arahan, jangan sampai ada yang mengeluh, kita menimba sumur tua itu untuk mandi dan wudlu, carilah kaleng atau botol kratingdaeng untuk bikin lampu oncor, nikmati ini dan kegelapan ini sampai Dia bekerja, tunggulah. Aku baru tahu beberapa hari ini, di komputer, istilah menanti jawaban atas setoran data-data--namanya loading--. Ada yang bisa beli genset, tapi kemampuannya tak mencukupi lokasi komplek, sangat terang. Ada yang beli lilin2, lampu teplok, dan ada yang tidak mau pakai apa-apa. Ketika larut, aku pandang dari kejauhan sedikit, ada orkresta warna di pesantren ini, diterangi temaram cahaya rembulan, yang tentu sampai padhang mbulan, purnama. Usai ngaji, ada yang tetabuhan, jithungan, shalawatan, aku rasakan ada orkrasta musik saja kayaknya. Aku tersenyum, siapa bilang derita itu derita--gumamku. Bisa saja bagimu pahit, bagiku manis, bagimu derita bagiku kegembiraan, bagimu racun yang mematikan bagiku ternyata terasa madu yang mengobati. Suasana itu berjalan tiga bulan tidak terasa, kalau ada yang silaturrahim menonjok pertanyaan soal kegelapan, aku bilang--mpun rejekine (sudah rezekinya), biasa kan aku sambil tersenyum. Pada saat aku bersama Cak Nun da M.Nuh (sebelum jadi mentri) di Bang-Bang Wetan, istriku menelpon kalau malam ini ada pimpinan pusat PLN Jakarta, menengok bongkaran dan menikmati kegelapan kita. Kata istriku, mereka semua menangisi sikapnya dan mohon ampun atas pembongkarannya. Saat pejabat itu menelpon, aku bilang--tidak apa-apa, kami masih dikasih tenaga Allah untuk mencari duit, sampai kami bisa masang lagi, kapan-kapan, ampun pemerintah. Begitu aku sampai rumah, pembongkar itu bersimpuh menunggu, sebelum mereka bicara, aku tahu kehadiran tanpa aku rindukan dan bukan atas kerinduannya---pasanglah lagi sebagaimana engkau semua membongkarnya, kataku pelan tanpa dendam. Malah ketua pembongkar itu pada pamitnya meminta aku menikahkan keluarganya, aku sanggupi juga, biar dia pulang tanpa tangan hampa....Kawan,dia pulang pamit tersenyum bibirnya, menetes airmatanya,,, Maafkan aku Mas-Mas,selamat bekerja semoga baik-baik adanya,,,,,

Ulama-ulama Indonesia Di Haromain: Embrio NU di Indonesia

Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya


Banyak diantara kita yang kepaten obor, kehilangan sejarah, terutama generasi-generasi muda. Hal itupun tidak bisa disalahkan, sebab orang tua-orang tua kita, -sebagian jarang memberi tahu apa dan bagaimana sebenarnya Nahdlitul Ulama itu.

Karena pengertian-pengertian mulai dari sejarah bagaimana berdirinya NU, bagaimana perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan NU, bagaimana asal usul atau awal mulanya Mbah Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan NU dan mengapa Ahlus sunah wal jamaah harus diberi wadah di Indonesia ini.

Dibentuknya NU sebagai wadah Ahlu Sunah bukan semata-mata KH Hasyim Asy’ari ingin ber-inovasi, tapi memang kondisi pada waktu itu sudah sampai pada kondisi dloruri, wajib mendirikan sebuah wadah. Kesimpulan bahwa membentuk sebuah wadah Ahlus Sunah di Indonesia menjadi satu keharusan, merupakan buah dari pengalaman ulama-ulama Ahlu Sunah, terutama pada rentang waktu pada tahun 1200 H sampai 1350 H.

Pada kurun itu ulama Indonesia sangat mewarnai, dan perannya dalam menyemarakan kegiatan ilmiyah di Masjidil Haram tidak kecil. Misal diantaranya ada seorang ulama yang sangat terkenal, tidak satupun muridnya yang tidak menjadi ulama terkenal, ulama-ulama yang sangat tabahur fi ilmi Syari’ah, fi thoriqoh wa fi ilmi tasawuf, ilmunya sangat melaut luas dalam syari’ah, thoriqoh dan ilmu tasawuf. Dintaranya dari Sambas, Ahmad bin Abdu Somad Sambas. Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama-ulama besar seperti Kyai Tholhah Gunung jati Cirebon.

Kiai Tholhah ini adalah kakek dari Kiai Syarif Wonopringgo, Pekalongan. Muridnya yang lain, Kiai Syarifudin bin Kiai Zaenal Abidin Bin Kiai Muhammad Tholhah. Beliau diberi umur panjang, usianya seratus tahun lebih. Adik seperguruan beliau diantaranya Kiai Ahmad Kholil Bangkalan. Kiai kholil lahir pada tahun 1227 H. Dan diantaranya murid-murid Syeh Ahmad sambas yaitu Syekh Abdul Qodir Al Bantan, yang menurunkan anak murid, yaitu Syekh Abdul Aziz Cibeber Kiai Asnawi Banten. Ulama lain yang sangat terkenal sebagai ulama ternama di Masjidil Harom adalah Kiai Nawawi al Bantani.

Beliau lahir pada tahun 1230 H dan meninggal pada tahun 1310 H, bertepatan dengan meninggalnya mufti besar Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Ulama Indonesia yang lainnya yang berkiprah di Masjidil Harom adalah Sayid Ahmad an Nahrowi Al Banyumasi, beliau diberi umur panjang, beliau meninggal pada usia 125. Tidak satupun pengarang kitab di Haromain; Mekah-Madinah, terutama ulama-ulama yang berasal dari Indonesia yang berani mencetak kitabnya sebelum ada pengesahan dari Sayidi Ahmad an Nahrowi Al Banyumasi.

Syekh Abdul Qadir Al Bantani murid lain Syekh Ahmad bin Abdu Somad Sambas, yang mempunyai murid Kiai Abdul Latif Cibeber dan Kiai Asnawi Banten. Adapun ulama-alama yang lain yang ilmunya luar biasa adalah Sayidi Syekh Ubaidillah Surabaya, beliau melahirkan ulama yang luar biasa yaitu Kiai Ubaidah Giren Tegal, terkenal sebagai Imam Asy’ari-nya Indonesia.

Dan melahirkan seorang ulama, auliya besar, Sayidi Syekh Muhammad Ilyas Sukaraja. Guru dari guru saya Sayidi Syekh Muhamad Abdul Malik. Yang mengajak Syekh Muhammad Ilyas muqim di Haromain yang mengajak adalah Kiai Ubaidah tersebut, di Jabal Abil Gubai, di Syekh Sulaiman Zuhdi. Diantaranya murid muridnya lagi di Mekah Sayidi Syekh Abdullah Tegal. Lalu Sayidi Syekh Abdullah Wahab Rohan Medan, Sayid Syekh Abdullah Batangpau, Sayyidi syekh Muhmmad Ilyas Sukaraja, Sayyidi Syekh Abdul Aziz bin Abdu Somad al Bimawi, dan Sayidi Syekh Abdullah dan Sayidi Syekh Abdul Manan, tokoh pendiri Termas sebelum Kiai Mahfudz dan sebelum Kiai Dimyati.


Dijaman Sayidi Syekh Ahmad Khatib Sambas ataupun Sayidi Syekh Sulaiman Zuhdi, murid yang terakhir adalah Sayidi Syekh Ahmad Abdul Hadi Giri Kusumo daerah Mranggen. Inilah ulama-ulama indonesia diantara tahun 1200 H sampai tahun 1350. Termasuk Syekh Baqir Zaenal Abidin jogja, Kyai Idris Jamsaren, dan banyak tokoh-tokoh pada waktu itu yang di Haromain. Seharusnya kita bangga dari warga keturunan banagsa kita cukup mewarnai di Haromain, beliau-beliau memegang peranan yang luar biasa. Salah satunya guru saya sendiri Sayyidi Syekh Abdul Malik yang pernah tinggal di Haromain dan mengajar di Masjidil Haram khusus ilmu tafsir dan hadits selama 35 tahun.

Beliau adalah muridnya Syekh Mahfudz Al Turmidzi. Mengapa saya ceritakan yang demikian, kita harus mengenal ulama-ulama kita dahulu yang menjadi mata rantai berdirinya NU, kalau dalam hadits itu betul-betul tahu sanadnya, bukan hanya katanya-katanya saja, jadi kita harus tahu darimana saja ajaran Ahli Sunah Wal Jamaah yang diambil oleh Syekh Hasyim Asy’ari.

Bukan sembarang orang tapi yang benar-benar orang-orang tabahur ilmunya, dan mempunyai maqomah, kedudukan yang luar biasa. Namun sayang peran penting ulama-ulama Ahlu Sunah di Haromain pada masa itu (pada saat Syarif Husen berkuasa di Hijaz), khsusunya ulama yang dari Indonesia tidak mempunyai wadah. Kemudian hal itu di pikirkan oleh kiai Hasyim Asy’ari disamping mempunyai latar belakang dan alasan lain yang sangat kuat sekali.


Menjelang berdirinya NU beberapa ulama besar kumpul di Masjidil Harom, -ini sudah tidak tertulis dan harus dicari lagi nara sumber-sumbernya, beliau-beliau menyimpulkan sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Ahlu Sunah Wal Jamaah. Akhirnya di istiharohi oleh para ulama-ulama Haromain, lalu mengutus Kiai Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemui dua orang di Indonesia, kalau dua orang ini mengiakan jalan terus kalau tidak, jangan diteruskan. Dua orang tersebut yang pertama Habib Hasyim bin Umar Bin Toha Bin Yahya Pekalongan, yang satunya lagi Mbah kholil Bangkalan.

Oleh sebab itu tidak heran jika Mukatamar NU yang ke 5 dilaksanakan di Pekalongan tahun 1930 M. Untuk menghormati Habib Hasyim yang wafat pada itu. Itu suatu penghormatan yang luar biasa. Tidak heran kalau di Pekalongan sampai dua kali menjadi tuan rumah Muktamar Thoriqoh. Tidak heran karena sudah dari sananya, kok tahu ini semua sumbernya dari mana? Dari seorang yang soleh, Kiai Irfan. Suatu ketika saya duduk-duduk dengan Kiai Irfan, Kiai Abdul Fatah dan Kiai Abdul Hadi. Kiai Irfan bertanya pada saya “kamu ini siapanya Habib Hasyim?”. Yang menjawab pertanyaan itu Kiai Abdul Fatah dan Kiai Abdul Hadi; “ini cucunya Habib Hasyim Yai”.

Akhirnya saya di beri wasiat, katanya; ‘mumpung saya masih hidup tolong catat sejarah ini. Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ketempatnya Mbah Kiai Yasin, Kiai Sanusi ikut serta pada waktu itu. Disitu diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan, lalu bersama Kiai Irfan datang ke kediamannya Habib Hasyim. Begitu KH. Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata, ‘Kyai Hasyim Asy’ari, silahkan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Ahlu Sunah Wal Jamaah. Saya rela tapi tolong saya jangan ditulis’.

Itu wasiat Habib Hasyim, terus Kyai Hasyim Asy’ari merasa lega dan puas. Kemudin Kiai Hasyim Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kiai Kholil Bangkalan, kemudian Mbah Kyai kholi bilang sama Kyai Hasyim Asyari laksanakan apa niatmu saya ridlo seperti ridlonya Habib Hasyim tapi saya juga minta tolong, nama saya jangan ditulis.’ Kata Kiai Hasyim Asy’ari ini bagaimana kyai, kok tidak mau ditulis semua. Terus mbah Kiai Kholil menjawab kalau mau tulis silahkan tapi sedikit saja. Itu tawadluknya Mbah Kyai Ahmad Kholil Bangkalan. Dan ternyata sejarah tersebut juga dicatat oleh Gus Dur.

Inilah sedikit perjalanan Nahdlotul Ulama. Inilah perjuangan pendiri Nahdlotul ulama. Para pendirinya merupakan tokoh-tokoh ulama yang luar biasa. Makanya hal-hal yang demikian itu tolong ditulis, biar anak-anak kita itu tidak terpengaruh oleh yang tidak-tidak, sebab mereka tidak mengetahui sejarah. Anak-anak kita saat ini banyak yang tidak tahu, apa sih NU itu? Apa sih Ahlu Sunah itu? La ini permasalahan kita. Upaya pengenalan itu yang paling mudah dilakukan dengan memasang foto-foto para pendiri NU, khususnya foto Hadrotu Syekh Kiai Hasyim Asy’ari.

Amaliyah Gus Dur

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri


Memperingati 100 hari wafat Gus Dur. Duduk di depan makam Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) dan tokoh-tokoh Tebuireng, Kiai sepuh kharismatik, KH. Maemoen Zubair yang malam itu hadir bersama nyai dalam acara 40 hari wafat Gus Dur di Tebuireng, sempat bertanya –seolah-olah kepada diri—mengenai fenomena presiden keempat itu.

Pertanyaan yang juga mengusik pikiran saya dan mungkin banyak orang yang lain. Amaliah Gus Dur apa kira-kira yang membuat cucu Hadhratussyeikh KHM. Hasyim Asy’ari dan KH. Bisri Sansuri itu dihargai dan dihormati orang sedemikian rupa setelah kemangkatannya. Penghormatan yang belum pernah terjadi pada orang lain, termasuk presiden maupun kiai.




Pers dunia tidak hanya memberitakan kewafatannya, tapi menulis tentang diri Gus Dur. Di saat pemakaman, keluarga ; masyarakat; dan pemerintah; seperti ‘berebut’ merasa paling berhak menghormatinya. Dan ternyata pemakaman Kiai Bangsa ini bukanlah penghormatan terakhir. Rombongan demi rombongan dari berbagai pelosok tanah air, setiap hari berdatangan di makamnya. Bahkan banyak peziarah yang memerlukan datang dari luar negeri. Mereka semua datang dengan tulus menangisi dan mendoakannya. Sebagian malah ada yang memohon maaf kepada Gus Dur atas kesalahannya; termasuk seorang ibu yang menangis memohon maaf karena tahun 2004 tidak memilih PKB.

Di samping acara-acara doa bersama untuk Gus Dur, berbagai acara untuk mengenang dan menghormati almarhum diselenggarakan dimana-mana. Ada yang bersifat ritual keagamaan; ada yang dikemas dalam bentuk pengajian umum, saresehan, kesenian, dlsb. Acara-acara itu tidak hanya diselenggarakan oleh kalangan Pesantren, Nahdliyin, kaum muslimin; tapi juga oleh kalangan agama-agama dan etnis lain. Dalam rangka peringatan 40 hari wafatnya, di mana-mana pun orang menyelenggarakan acara khusus. Tidak hanya di Tebuireng dan Ciganjur Saya sendiri dapat sembilan undangan dalam rangka yang sama.

Saya mendatangi undangan Gus Sholahuddin Wahid dan keluarga Bani Wahid di Tebuireng. Menyaksikan ribuan warga masyarakat yang mulai pagi hari sudah berdatangan menuju komplek Pesantren dimana terletak makam Gus Dur. Rahmat Allah berupa hujan, mengguyur Tebuireng dan sekitarnya. Saya menyaksikan sekian banyak orang ber-basah-basah berjalan dari tempat-tempat kendaraan mereka di parkir –yang jaraknya berkisar antara 3 sampai 5 km—menuju ke makam. Saya menyaksikan di samping tempat-tempat parkiran, tukang-tukang ojek dadakan, juga warung-warung baru. Semuanya itu tentu untuk melayani para peziarah.

Dan malam itu, ribuan umat duduk khidmat di sekitar makam untuk berdzikir dan berdoa. Renyai hujan seolah-olah ikut mengamini doa mereka. Saya mendengar kabar, hal yang kurang lebih sama juga terjadi di Ciganjur.

Kembali ke pertanyaan Kiai Maemoen di atas. Ketika Gus Dur ke rumah saya di Rembang, seminggu sebelum wafat, beliau ada menceritakan mimpi saudaranya. Mimpi, yang menurut saudaranya itu, aneh dan ingin ditolaknya. Saudaranya itu bermimpi berada dalam jamaah salat. Termasuk yang ikut menjadi makmum adalah Hadhratussyeikh KHM. Hasyim Asy’ari dan yang menjadi imam … Gus Dur.
Barangkali untuk menghilangkan kekecewaan saudaranya yang tampak kurang senang Mbah Hasyim kok makmun Gus Dur meski hanya dalam mimpi, Gus Dur pun berkata menafsiri mimpinya itu: “Ya kalau soal akhlak dan agama, imamnya memang harus Hadhratussyeikh; tapi kalau soal politik, imamnya ya saya.”

Tapi tentu saja bukan karena ‘politik’nya, Gus Dur mendapat penghargaan dan penghormatan yang begitu fenomenal dari umat. Apalagi pada saat dunia politik cemar dan memuakkan seperti sekarang ini. Lalu, apakah karena ‘amaliyah pluraliyah’-nya? Tentu bukan juga. Sebab kalau karena ini, bagaimana kita menjelaskan tentang banyaknya kiai yang juga merasa sangat kehilangan dengan wafatnya Gus Dur dan dengan tulus mendoakannya, padahal mereka tidak paham atau tidak setuju pluralisme?

Ataukah fenomena itu hanya sekedar pengejawentahan dari rasa kesal masyarakat terhadap umumnya pemimpin yang masih hidup, yang tidak jujur (lain di mulut, lain di perbutan), dan tidak konsisten memikirkan dan berpihak kepada rakyat?

Menurut saya sendiri; Gus Dur dihargai dan dicintai beragam orang, karena Gus Dur menghargai keberagaman dan mencintai beragam orang. Gus Dur dihormati orang secara tulus, karena Gus Dur tulus menghormati orang. Gus Dur bersemayam di hati orang banyak, karena orang banyak selalu berada di hati Gus Dur. Gus Dur, setahu saya, sering dan banyak berbeda dengan orang, tapi tidak pernah benci kepada mereka yang berbeda, bahkan kepada yang membencinya sekalipin. Gus Dur tidak hanya mengenal persaudaraan kepartaian; persaudaraan ke-NU-an; persaudaraan keIslaman; persaudaraan keseimanan; persaudaraan keIndonesiaan; tapi lebih dari itu juga persaudaraan kemanusiaan. Dan itu amaliyah. Bukan sekedar ucapan. Wallahu alam.

Kamis, 06 Mei 2010

Parkir Cinta

oleh : Kiai Budi


Sedulurku tercinta, pada saat perempuan-perempuan yg di undang oleh siti Zulaikhah memandang pesona kegantengan Nabi Yusuf As, maka pisau yg sebenarnya untuk membelah mangga ternyata malah mengiris-ngiris tangan mereka, namun tidak terasa berkat pesona itu. Hal ini bisa berlaku juga pada pesona kecantikan wanita, wajah, alis, tai lalat, dan kemerah-merahan bibirnya, Tuhan lebih nampak terang dibalik selubung halus itu. Inilah yg melatar belakangi wanita itu disebut bayang-bayang Tuhan. Kesadaran ini dimiliki oleh seorang kiyai ndeso (kampung) dimana jamaliyah Tuhan terselubungi oleh pesona wanita. Kenyataan ini sangat real didepan mata beliau ketika tetangganya nanggap dangdut dengan penyanyi-penyanyi berbusana minim sampai-sampai ketika mereka berjingkrak—maaf—terlihat celana dalamnya yg sebenarnya untuk menutupi barang yg diselempitkan Tuhan itu. Pertunjukan ini membikin penonton bergembira ria sampai-sampai tak kenal lelah, tak kenal waktu, dan menjadi fly. Drama ini bukan tanpa sepengetahuan kyai, malah yg punya gawe pernah mohon restu kapadanya, dan dijawab,,apik,apik,apik. Dan—Masya Allah—kyai kampung itu ambil peran membantu yg punya gawe menjadi tukang parkir kendaraan penonton dibantu para murid-muridnya. Sehingga sepertinya kyai itu bilang menontonlah dengan tenang, aku jaga kendaraan-kendaraan kamu itu. Bagi murid beliau, melihat pesona yg dipandang penonton itu bagai lilin-lilin kecil karena didadanya telah beliau tunjukkan ada matahari. Kalau didadamu ada matahari mangapa terpesona pada lilin, kalau dadamu bagai samudera mengapa terkecoh oleh sungai-sungai, sehingga pribadi murid itu menjadi megah. Kalau toh kenyataan didepan mata penonton itu terpesona kepada selubung-selubung halus, itu hanya merupakan tanjakan yang pada akhirnya, sesuai dengan perkembangan jiwa-jiwa seiring waktu akan naik juga dan berkembang. Latarkabunna Thobaqon Anthobaq (Sungguh kamu semua akan naik setingkat demi setingkat). Pemahaman ini yang menjadikan kyai kampung itu memiliki adab tidak mau memperolok-olok, merendah-rendahkan , dan menghakimi pihak lain, karena beliau tau betul Uluhiyah dan Rububiyah Tuhan yang bersumber dari yang Satu itu. Kegembiraan penonton dipandang sebagai hal yang temporal dan non-eksistensi, hanya selayang pandang, tidak abadi. Maka setelah usai perhelatan itu, suasana kembali ke sepi, sepi,sepi,sepi, dan sunyi. Sementara kegembiraan yg sesaat itu lepas, mereka kembali dihadapkan pada kenyataan-kenyataan hidup, pekerjaan tidak jelas, jodoh juga tidak jelas kapan, anak-anak besok harus sarapan pagi, istrinya menagih balanja, hutang belum terbayar, dan lain sebagainya. Bagi para biduan esok paginya harus mengundang tukang pijet karena terkilir pantatnya saat goyang ngebor, ngecor, dan goyang patah-patah, semuanya terlelap dibuai malam. Namun kyai kampung ini justru terjaga beserta murid-muridnya di Musholla sebelah rumah, menyongsong cahaya subuh dengan takbir sholatnya, dan bermunajat yang diamini santrinya dengan kegairahan dan nyala hati,,,Ya Allah malam ini kami bersyukur bisa melayani mereka dengan menjadi tukang parkir. Mereka baru melihat selubung-selubung halus-Mu, mereka sudah ambruk dan bersimpuh lupa selain itu. Kami mohon kepada-Mu tingkatkan pandangan mata hati mereka untuk sampai memandang-Mu, memandang-Mu, memandang-Mu... Melihat pesona-pesona itu saja mereka sudah bergembira ria, andai melihat pesona-pesona-Mu tentu kegembiraan itu menjadi tak terkira,,,. Kawan-kawan, doa kyai itu diamini dengan air mata para santrinya tepat pada saat Tarkhim bergema,,,Ashssholatuwassalamualaik, Ya Rasuuuuulallooooooh.......

Pijet Cinta

oleh Kiai Budi



Sedulurku tercinta,Anda bila mengeng cinta Ibumu,pasti tumpah ruah hatimu,dari sanalah cinta tidak bisa diterangkan namun kuyup dirasakan,yang pada ujungnya kita sadari tak terbalaskan.Ibumu,Ibum,Ibumu--sabda kekasih Allah itu.Memang aku selalu bilang dimana-mana,bila anda ingin memahami cinta,jangan sekedar membaca leteratur cinta,namun tataplah aura ibumu,ibumu,ibumu.Kalau panjenengan melihat pada diriku percikan cinta,maka aku akui percikan itu bersumber dari cinta Ibuku itu.Ketika aku menyaksikan dari dirimu percikan cinta,aku yakin itu bersumber dari cinta Ibumu itu.Kalau sampai hari ini Ibu panjenengan masih sehat menemanimu,berbahagialah kawanku,bisa kau tumpahkan segala cinta dan takdzimmu padanya,doa-doamu bisa diamini beliau yang menjadikan Tuhan sungkan kalau sampai tidak mengabulkan harapa-harapanmu,atas keramat bibir Ibumu mengaminimu itu.Ridlo beliau menjadi tanjakan ridloNya,duko beliau menjadi jatuhnya murkaNya.Aku mendoakan Ibumu semua,sehat wal afiat dan panjang umur,bisa menyaksikan nyanyian-nyanyianmu,dosa-dosanya diampuni Tuhan,bukankah hati orang tua bernyanyi pada anak-anaknya.Senyum Ibumu terhadapmu,bagiku cukup menjadi saksi atas senyum Tuhan itu padamu kawan.Berbahagialah engkau masih ditungguhi Ibumu!Bagi yang Ibunya sudah meninggal,seperti aku,ayolah kita lanjutkan kidung cintanya menebar tanpa batas,dengan sesama.Kalau mereka orang tua,anggaplah orang tuamu,kalau mereka lebih tua anggaplah kakakmu,kalau mereka sama umurmu anggaplah teman dan sahabatmu,kalau mereka lebih muda anggaplah adikmu,kalau mereka anak-anak anggaplah anak-anakmu jua.Semua keluarga Tuhan,jangan kita sakiti,harus kita bahagiakan.Bermula dari Ibuku,yang membiasakan terhadap anak-anaknya,kalau dipandang lelah,Ibuku menawarkan untuk memijiti sudah sambil memegang kaki kami---kesel yo Le (payah ya Nak),sapanya kala aku merebahkan tubuh di amben (ranjang kayu) rumah ndeso,menit-menit berikutnya aku sudah terlelap,masih terasa didekap dengan kehangatan cintanya,diwaktu kecil.Begitu aku bangun,semua sudah tersedia,makan ya Le(nak),atau mandi dulu (anduk,sandal,sikat gigi,sabun mandi sudah disiapkan),sambil menata rambut untuk digelung,karena ketika aku tidur,ibuku ribet terjaga menyediakan segalanya,aku tersenyum dan mengangguk,tapi hati ini dalam pandangan abstrak,Tuhan lebih hadir dihatiku lewat kehalusan dan pelayanan Ibuku,Ibumu juga kan begitu kawan2.Yang terakhir,setelah semuanya aku nikmati,masyaAllah,Ibuku mengajak sembahyang berjamaah--Le,ayo berjamaah,pintanya seperti biasanya kalau aku sowan.Inilah kawan,kenikmatan puncak hidupku,aku menghadap Tuhan di kawal oleh Ibu,pada posisi iitu aku merasa seperti disodorkan Tuhan,sepertinya Ibuku matur sama Allah,inilah milikMu ya Allah yang Kau tirtipkan padaku,pantaskah,pantaskah,pantaskah,pantaskah ya Allah?Seluruh sendiku lunglai,airmataku tumpah,mulutku terkunci,apalagi saat aku memanjatkan doa,aku hanya bisa menangis sesenggukan,dengan harapan biarlah Ibuku yang pantas memohonkan atas harapan-harapan ini.Pernah aku pamit menghaturkan sedikit uang,Ibuku bilang,untuk apa Le,biarlah untuk anak-anakmu saja yang mondok itu,bagiku buat apa.Ternyata itu pertemuan terakhir terhadap Ibuku,karena tiga hari setelah itu,pada saat beliau melayani orang punya gawe,membungkusi brekat,tanpa sakit,pada saat aku mau naik podium di pengajian,adikku menelpon Ibu meninggal....Kawan2,sekarang aku punya kamu,aku punya kamu,kalau Ibumu masih hidup,tolong bilanglah kepadanya,bolehkah aku mendaftar sebagai anak Ibumu,sehingga engkau di hatiku bukan orang lain,bukan orang lain,tapi engkau saudaraku.Kalau engkau menglami kelelahan seperti diriku saat sowan Ibuku,rebahkan dirimu kawan-kawan,tentu aku meniru Ibuku,akan aku pijiti kamu-kamu sepenuh cinta seperti cinta Ibuku padaku...Ayolah kawan,aku pijiti kamu.....

Mario Teguh Golden Moment JADILAH PRIBADI YANG DIRINDUKAN KEHADIRANNYA

Sahabat Indonesia yang super,
yang sedang menjadikan dirinya berperan bagi kebaikan kehidupan sesama,

Adik-adik dan anak-anak saya yang dikasihi Tuhan,
yang sangat saya yakini kebesaran hidupnya di masa depan.

Mudah-mudahan sapa saya dari Karon Beach, Phuket, Thailand - di Jumat yang mulia ini, mendapati Anda dalam kesehatan yang prima dan dalam kesungguhan kerja yang pantas bagi pribadi yang serius mengenai kebaikan hidupnya.

Setiap jiwa pasti pernah sekali atau dua kali, membayangkan bahwa dirinya menjadi pribadi yang bernilai, yang dielukan, dan yang namanya disebut dengan rasa hati yang baik.

Tetapi,
tidak setiap jiwa membebaskan dirinya untuk menjadi yang mungkin baginya.

Karena, bagaimana dia bisa mencapai semua yang mungkin bagi dirinya, jika dia selalu membuka dan menutup pembicaraan mengenai upaya untuk mencapai keberhasilan masa depannya, dengan mengatakan: mana mungkin?

Memang sedikit sekali yang mungkin, bagi yang dia yang meyakini ketidak-mungkinan.

Dan mohon Anda perhatikan, hampir semua orang yang melambatkan pertumbuhan kualitas hidup mereka sendiri, adalah orang-orang yang sering dengan otomatis mengatakan: mana mungkin?

Perubahan adalah sesuatu yang bukan hanya mungkin, tetapi pasti terjadi. Tetapi tidak sedikit orang yang tidak berubah. Mereka hanya menua tanpa menjadi lebih mampu. Dan mereka menua dengan frekwensi keluhan yang lebih tinggi.

Maka marilah kita ikhlas melepaskan yang sudah terbukti tidak memuliakan kehidupan.

Marilah kita ikhlaskan diri untuk menjadi pribadi yang kehadirannya dirindukan oleh banyak orang.

Untuk itulah saya susunkan MT Golden Moment ini (foto dengan satu super point), bagi penikmatan di ruang keluarga MTSC yang ramah dan saling mendoakan bagi kebaikan satu sama lain, sambil menanti menguatnya kantuk di tengah malam ini, di ruang hotel kami di Hilton Arcadia Karon Beach, Phuket, Thailand.

Please kindly enjoy, absorb, and apply.

………..

Mario Teguh Golden Moment
JADILAH PRIBADI YANG DIRINDUKAN KEHADIRANNYA

………..



Sahabat saya yang baik hatinya,
adik-adik dan anak-anakku terkasih,

Jadilah pribadi yang dirindukan kehadirannya.

Kehadiran Anda akan selalu dirindukan orang,
apabila Anda:
menggunakan nama yang baik, berbicara dengan bahasa yang indah,
dan berlaku dengan cara-cara yang ramah di hati orang lain.

Dan jika mungkin, jadikanlah kehadiran Anda sebagai pengindah waktu mereka.

Maka indahkanlah nama Anda, tutur kata, dan cara-cara Anda dalam membawa diri.

Sebutlah nama orang lain dengan nada yang penuh kebaikan, dan senangkanlah mereka dengan menyampaikan terima kasih, pujian, dan anjuran ramah yang membangun.

Pastikanlah mereka meninggalkan Anda dengan hati yang lebih bergembira daripada saat mereka datang menemui Anda.

………..

Sahabat saya yang baik hatinya,
yang sedang ditunggu ketegasannya untuk memutuskan yang baik, dan yang sedang dinantikan keikhlasannya untuk membarukan dirinya agar Anda berhak bagi kehidupan yang kualitasnya baru.

Jadilah pribadi yang karena kebaikan pekertinya, dirindukan oleh mereka yang merindukan kebaikan hidup.

Karena, setiap jiwa pasti merindukan kehadiran Anda yang membantu banyak orang menemukan kualitas-kualitas asli mereka, membangun kegembiraan dan rasa hormat kepada diri mereka sendiri, dan membantu memperjelas alasan dan tujuan perjalanan hidup mereka.

Begitu dulu ya?

Kemarin sore Ibu Linna dan saya, dengan ditemani Pak Adi Prakosa dan Pak Edi Wibowo – sampai di Karon Beach - Phuket, untuk memuliakan sahabat-sahabat kita dari SMART Corporation yang telah membahagiakan kami dengan undangan untuk berbincang dalam sebuah seminar di Phuket pagi ini.

Foto untuk Golden Moment kali ini, saya ambil saat matahari terbenam senja kemarin - di pantai di depan hotel kami, yang terdiri dari beberapa gambar yang saya susun menjadi sebuah panorama. Mudah-mudahan ia bisa menjadi pendamai bagi pandangan dan hati baik Anda.

Alangkah indahnya jika kita semua berkesempatan terlibat dalam perbincangan yang mudah-mudahan indah dan mencerahkan, seperti yang segera saya mulai bersama lebih dari 300 sahabat kita dari SMART Corporation di pagi Phuket yang indah ini.

Mudah-mudahan Tuhan menyegerakan kejelasan bagi perjalanan Anda, melebihkan kekuatan bagi upaya Anda, dan meluberkan kesejahteraan dan kebahagiaan yang telah pantas bagi kejujuran dan kerja keras Anda.

Mohon disampaikan salam sayang untuk keluarga Anda terkasih, dari Ibu Linna dan saya.

Sampai nanti ya?

Loving you all as always,

Minggu, 02 Mei 2010

becak cinta

oleh : Kiai Budi



Sedulurku tercinta,tidak lengkap rasanya kalau kisah orang sholeh ini tidak aku percikkan,karena menuturkan sejarah dan sifat orang sholeh,wewangian adab mereka akan memercik ke kita,serta mendongengkan fadhilah2 mereka akan memberkati kita,bahkan manakala menemukan kuburan mereka dianjurkan berziarah,jasad mereka meninggal tapi tidak ruhnya.Tuhan sendiri yang menyatakan,jangan kamu katakan bahwa orang yang berjalan di Jalan Allah itu mati,mereka tetap hidup,sayang kamu sekalian tidak mengerti.Aku tahu kesalehan mereka karena pas mengisi acara ditempatnya,sekitar Semarang ini,kota atlas.Orang sholeh ini,tidak berpangkat,tidak berdarah biru,tidak kaya bahkan tidak punya apa-apa,kecuali cinta,orang kecil (wong cilik) tetapi jiwanya besar,tidak dikenal dunia,insya Allah masyhur disisiNya.Dia tukang becak,ya becak itu yang menjadi sarananya cari kawelasan dari Allah,umurnya dihabiskan mbecak sampai serenta itu,enam puluh tahun lebih,tapi sorot matanya menyiratkan hasrat jiwa yang menyala,hingga orang yang setara dia sudah lumpuh,otot dia terenergi oleh semangat yang membara.Ketika dia narik becak nafasnya berdzikir dan bersholawat,dengan gagah dan megah bagai nakoda kapal mengarungi samudra.Setiap yang naik becaknya,dia tanpa transaksi uang,diantar kemana mereka tuju,ketika diberi hadian uang,ia terima dengan takdzim dan rasa syukur tiada tara,sambil mendoakan yang memberi dalam banyak hal,panjang umur,murah rejeki,anak saleh dan seterusnya.Ternyata malah melebihi andai ia main transaksi.Seminggu dia mbecak,ada satu hari dia libur,preinya ini bukan tidak mbecak tetapi dia tetep mbecak namun membebaskan orang menghadiahinya,ini dia lakukan pas pada hari Jumat.Kebiasaan itu sudah dilakukan puluhan tahun,dengan niat yang sangat indah,mohon kepada Allah supaya mengantarkan dia bisa ziarah ke makan kekasihnya,Kanjeng Nabi itu.Gayung bersanbut,Kanjeng Nabi selalu tidak mengecewakan umatnya,yang mendamba.Pas pada hari Jumat ia dinas mbecak ada seseorang suruh mengantar agak begitu jauh,tapi dia tidak mengeluh,desahan nafasnya terdengar oleh yang naik becak itu,selawatan melulu,dzikir melulu.Begitu sampai dan berhenti,orang itu menghadiai segepok uang sebagai bayarannya,terutama terimakasihnya atas desahan nafas yang indah itu.Tentu dia tolak karena pas hari Jumat,ia tak pernah ingkar janji.Dengan takdzim dia bilang,punten mas,untuk hari ini aku tidak bisa menerima uang panjenengan,untuk menepati janjiku.Terhenyak ini orang sambil tanya--kenapa mbah,engkau telah demikian payah mengantarku,ada apa sebenarnya?Tukang becak tua itu sambil tersenyum ompongnya bilang,mas kalau pas Jumat begini aku bebaskan orang yangt naik becakku,lakon ini sebagai jeritan rinduku kepada Kanjeng Nabi yang telah memperkenalkan hatiku dengan Allah,menunjukkan Akhirat,mengkadoi aku Qur an,menjajikanku syafaat,walau bagiku tidak mun gkin untuk bisa ziarah ke makamnya,tapi aku yakin Kanjeng Nabi menjawab setiap keronto-ronto umatnya,dia tidak akan mengecewakan aku.Runtuhlah hati orang yang naik becak itu,air matanya muncrat,mulut terkunci,dalam ranah hati yang tersentuh cinta,kata-kata menjadi hilang seketika.Dengan terbata-bata orang yang naik becak itu bilang,kalau begitu mbah berbahagialah engkau sama istrimu,mungkin lewat aku,akan aku hajikan engkau berdua.Empat mata saling bertatapan,airmata sama2 keluar,kata2 hilang,ruang rindu menjelang.Tukang becak itu bersimpuh terimakasih yang tak terhingga,Kanjeng Nabi mendengar dan menjawab....Kawan2,bernyanyilah,Yaa imaamarrusli yaa sanadi anta bakdulloohi muktamadi fabidunyaya waakhiroti yaa Rosulallahi khudbiyadi(Waha iImam para Rasul,wahai sandaran hatiku,engkaulah setelah Allah gondelanku,dunia akhiratku wahai Rasulullah,ambillah tanganku),,,,Pada saatnya brangkat ziarah haji,orang yang membeayayi itu mengantar sampai bandara,melihat mereka berdua terbang menemui yang dirindukan,lalu ia sama istri dan anaknya balik ,didera oleh percikan rindu yang dimiliki tukang mbecak itu,,,,,,,