Selasa, 30 Maret 2010

YANG MEMBAIKKAN KEHIDUPAN

Sahabat Indonesia yang super,

yang sedang meneliti keefektifan dari cara-cara hidupnya, agar tercapai impian-impian kehidupannya sesegera mungkin.

Tidak ada cara yang tepat untuk orang yang tidak baik cara-caranya.

Tetapi di tangan yang bersungguh-sungguh, alat-alat yang bersahaja akan menghasilkan keindahan yang mengejutkan.

Mudah-mudahan sapa saya dari Mekkah di malam ini, mendapati Anda dalam kedamaian dan kesyukuran karena diberikan kewenangan yang utuh untuk menjadikan kehidupan ini seindah kesungguhan dan kualitas dari upaya Anda.

Mudah-mudahan adik-adik dan anak-anak kita yang terkasih diberikan ketenangan dan kecemerlangan dalam menyelesaikan soal-soal Ujian Nasional yang sedang mereka lalui saat ini, dan lulus dengan baik, agar mereka dapat memasuki tahap-tahap pendewasaan berikutnya dengan penuh ketegasan.

Saya harus memohon maaf karena tidak menyapa para sahabat dalam beberapa hari terakhir, karena kami terlibat aktif dalam prosesi ibadah Umroh bersama para sahabat di Medinah dan Mekkah, dan baru malam ini saya lebih terbebaskan.

Berikut adalah Super Note sederhana yang saya susunkan dari butir-butir pikiran yang muncul dalam pembicaraan-pembicaraan coaching bersama para jemaah Umroh di Medinah dan Mekkah.

Please kindly enjoy, absorb, and apply.

………..

MARIO TEGUH SUPER NOTE
YANG MEMBAIKKAN KEHIDUPAN

………..



Sahabat saya yang keberadaannya menjadi alamat dari doa-doa terbaik saya di tanah yang suci ini,

Marilah kita mulai perbincangan kita malam ini dengan pikiran sederhana berikut ini, bahwa:

Masalah yang terjadi karena kurangnya tindakan, hanya bisa diperbaiki dengan tindakan.

Jika kita telah melebihkan doa tetapi kurang bertindak, kita harus melebihkan tindakan, tanpa mengurangi doa.

Maka,

Janganlah kita hanya berdoa, tetapi tidak melakukan sesuatu yang menjadi sebab terjawabnya doa.

Sebuah upaya belumlah lengkap, jika hanya berisi doa untuk diringankannya beban, tanpa diikuti dengan tindakan pasti dan tegas untuk menjadikan kita lebih kuat daripada beban kita sekarang.

Karena,

Bukan besarnya beban yang menyiksa kita, tetapi kecilnya kemampuan.

Itu sebabnya,

Keluhan yang disebabkan oleh besarnya beban, adalah pemberitahuan untuk memperkuat diri.

Maka berketetapanlah untuk menjadikan diri lebih kuat daripada beban-beban kita sekarang, karena beban kehidupan hanya akan membesar.

Dan marilah kita bersikap ekstra hati-hati, jika sebagian besar dari isi doa kita adalah keluhan dan permintaan yang disemangati oleh rendahnya kemampuan.

Marilah kita ingat, bahwa

Upaya = Doa + Tindakan

Maka, segera setelah kita berdoa, marilah kita melibatkan diri dalam pergaulan dan pekerjaan yang menjadikan kehadiran kita berguna.

Karena,

Jika seseorang hadir tidak untuk menambahkan nilai, untuk apakah dia hadir?

Dan siapa pun yang kehadirannya menyebabkan perubahan yang baik, akan dimuliakan oleh lingkungannya.

Dan dia yang kehadiran dalam hari-harinya menjadi pendamai hati, menjadi pelurus pikiran, dan menjadi peneladan indahnya tindakan, akan menerima peran dari langit sebagai rahmat bagi sesamanya.

Dan itulah tujuan dari agama, yaitu
menjadikan kita rahmat bagi semua jiwa yang hadir dalam kehidupan kita dan dalam kehidupan para penerus kita.

………..

Sahabat saya yang sedang bekerja keras agar hanya kebaikan yang menjadi pengisi kehidupannya,

Agama adalah pembaik.

Maka siapa pun yang mengeluhkan kualitas hidupnya, harus mengembalikan agamanya sebagaimana agamanya – seharusnya.

Agama adalah pembaik.

Jika seseorang telah beragama, tetapi belum sampai pada kehidupan yang damai dan sejahtera, itu pasti karena ada bagian-bagian dari pembentuk agamanya yang belum diberdayakannya.

Agama adalah pembaik.

Maka tidak ada satu jiwa pun yang tidak baik hidupnya, jika dia memerankan agamanya dengan seutuhnya dalam kehidupannya.

Dan yang mencapai tingkat-tingkat yang tinggi dari kita, adalah dia yang memerankan dirinya dalam penegakan agamanya.

Karena,

Siapa pun yang menolong agamanya, tidak akan dibiarkan hidup tanpa pertolongan.

Dan salah satu cara yang cantik untuk menolong agama, adalah membuktikan bahwa agama kita membaikkan kehidupan bagi diri sendiri dan bagi sesama.

Maka marilah kita lebih berhati-hati dalam mengunggulkan yang kita yakini, jika cara-cara hidup kita tidak membuktikan nilai dari yang kita yakini.

Agama adalah pembaik.

Dan seperti semua alat, keefektifannya ditentukan oleh ketepatan dari penggunaannya.

Dan seperti semua jalan, keselamatan kita di jalan itu ditentukan oleh kebijakan kita dalam menjalaninya.

Maka siapa pun yang telah beragama, tidak boleh mempertanyakan ketepatan dari agamanya, saat mencari alasan bagi kelemahan dan kelambanan hidupnya, tetapi mencermatkan perhatian kepada keindahan cara-caranya dalam memerankan agama dalam kehidupannya.

Dan karena agama adalah pembaik, maka jiwa-jiwa yang hidup setulusnya dalam kebaikan akan melihat agama sebagai kehidupan yang sebenarnya.

Maka, sempurnalah agama kita bagi kita, saat kita ikhlas menerima, bahwa

Agama adalah kehidupan, dan kehidupan adalah agama.

Tuhan telah menyempurnakan agama kita bagi kita, tetapi kitalah yang harus menyempurnakannya dalam kehidupan kita masing-masing.

Dan,

Jiwa yang menyempurnakan agamanya, menyempurnakan kehidupannya.

………..

Sahabat saya yang super,
yang baik hatinya,
yang besar impiannya,
dan yang sama haknya untuk hidup sejahtera dan berbahagia,

begitu dulu ya?

Kita teruskan bahasan kita nanti, dalam Super Note berikutnya.

Kita mungkin belum pernah bertemu atau bertegur-sapa, atau belum saling berjabat-tangan, tetapi karena kita bersaudara dan bersahabat – maka sudah lengkaplah tugas saya dan para sahabat di Mekkah untuk meneruskan doa dan harapan Anda di Tanah Suci ini.

Kami memohonkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, untuk mendamaikan dan membahagiakan Anda dan keluarga terkasih.

Kami memohonkan kepada Tuhan Yang Maha Kaya, untuk memperkaya dan memperkasakan kehidupan Anda dan keluarga terkasih.

Kami memohonkan kepada Tuhan Yang Maha Penyayang untuk membukakan pintu-pintu rahmat bagi Anda dan keluarga terkasih.

Dan bagi Anda yang merindukan perjamuan yang indah dan nikmat yang dihamparkan bagi tamu-tamu kehormatan Tuhan di Tanah Suci, kami mendoakan agar Tuhan Yang Maha Menyegerakan mengundang Anda, memampukan Anda, dan menghadirkan Anda di sini.

Dan bagi kita semua tanpa pengecualian, kami mendoakan agar Tuhan memelihara keindahan dari persaudaraan dan persahabatan kita di ruang keluarga besar MTSC yang ramah dan saling memuliakan ini, dan melimpahi kehidupan kita dengan dunia yang tersambung indah dengan surga.

Sampai kita bertemu dan berjabat-tangan nanti ya?

Duh …, seandainya kita bisa duduk-duduk mengobrol bersama dan bergelimang dalam berbagi keindahan mutiara-mutiara pelajaran, yang dicurahkan oleh Tuhan dalam perjalanan ibadah yang penuh keharuan ini.

Mohon disampaikan salam sayang dari Ibu Linna dan saya, untuk keluarga Anda terkasih.

Loving you all as always,

Mario Teguh
Founder | MTSuperClub | 081-211-56900 | For The Happiness Of Others | Jakarta


Data Foto

Gambar panorama dari Masjid Al Haram, Mekkah

Dari kamera saku 10.5 mega pixel,
yang saya proses dengan sederhana dalam Photoshop,
kualitas hasil atas ijin Tuhan.

Senin, 29 Maret 2010

DOA IJAZAH RASULULLAH SAW KEPADA SHAHABAT ABU BAKAR ASH-SHIDDIEQ R.A.

اللهم إني ظلمت نفسي ظلما كثيرا ولا يغفر الذنوب إلا أنت فاغفر لي مغفرة من عندك وارحمني إنك أنت الغفور الرحيم
Allahumma innii zhalamtu nafsi zhulman katsiiran walaa yaghfirudz-dzunuuba illaa Anta faghfir lii maghfiratan min ‘indika warhamnii, innaKa Anatal Ghafuurur Rahiim.
(Ya Allah ya Tuhanku, aku sunggu telah banyak ‘menganiaya’ diriku sendiri dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau; maka berilah ampunan kepadaku ampunan dari sisiMu dan kasihilah aku. Sungguh Engkaulah Sang Maha Pengampun dan Maha Pengasih).
Dibaca dalam shalat, ketika sujud.

Sabtu, 27 Maret 2010

Ulil Dengan Liberalismenya

oleh : KH. Abdurrahman Wahid



Ulil Abshar-Abdalla adalah seorang muda Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari lingkungan “orang santri.” Istrinya pun dari kalangan santri, yaitu putri budayawan muslim A Mustofa Bisri. Sehingga kredibilitasnya sebagai seorang santri tidak pernah dipertanyakan orang. Mungkin juga cara hidupnya masih bersifat santri. Tetapi dua hal yang membedakan Ulil dari orang-orang pesantren lainnya, yaitu ia bukan lulusan pesantren, dan profesinya bukanlah profesi lingkungan pesantren. Rupanya kedua hal itulah yang akhirnya membuat ia dimaki-maki sebagai seorang yang “menghina” Islam, sementara oleh banyak kalangan lain ia dianggap “abangan”. Dan di lingkungan NU, cukup banyak yang mempertanyakan jalan pikirannya yang memang dianggap “aneh” bagi kalangan santri, baik dari pesantren maupun bukan.

Mengapa demikian? Karena ia berani mengemukakan liberalisme Islam, sebuah pandangan yang sama sekali baru dan memiliki sejumlah implikasi sangat jauh. Salah satu implikasinya, adalah anggapan bahwa Ulil akan mempertahankan “kemerdekaan” berpikir seorang santri dengan demikian bebasnya, sehingga meruntuhkan asas-asas keyakinannya sendiri akan “kebenaran” Islam. Padahal hal itu telah menjadi keyakinan yang baku dalam diri setiap orang beragama tersebut. Itulah sebabnya, mengapa demikian besar reaksi orang terhadap hal ini.

Reaksi seperti ini pernah terjadi ketika penulis mengemukakan bahwa ucapan Assalamu’alaikum dapat diganti dengan ucapan lain. Mereka menganggap penulis lah yang memutuskan hal itu, sehingga penulis dimaki-maki oleh mereka yang tidak mengerti maksud penulis sebenarnya. KH. Syukron Makmun dari Jalan Tulodong di Kebayoran Baru (Jakarta Selatan) mengemukakan, bahwa penulis ingin merubah cara orang bersholat. Penulis, demikian kata Kyai yang dahulu kondang itu, menghendaki orang menutup shalat dengan ucapan selamat pagi dan selamat sore. Padahal penulis tahu definisi shalat adalah sesuatu yang dimulai dengan Takbiratul Al-Ihram dan disudahi dengan ucapan Salam. Jadi, menurut paham Mazhab al-Syafi’i, Penulis tidak akan semaunya sendiri menghilangkan salam sebagai peribadatan, melainkan hanya mengemukakan perubahan salam sebagai ungkapan, baik ketika orang bertemu dengan seorang muslim yang lain maupun dengan non muslim. Di lingkungan Universitas Al-Azhar di Kairo misalnya, para syaikh/kyai yang menjadi dosen juga sering mengubah “tanda perkenalan” tersebut, umpamanya saja dengan ungkapan “selamat pagi yang cerah” (shabah al-nur). Kurangnya pengetahuan Kyai kita itu, mengakibatkan beliau berburuk sangka kepada Penulis. Dan tentu reaksi terhadap pandangan Ulil sekarang adalah akibat dari kekurangan pengetahuan itu.

*****

Tidak heranlah jika reaksi orang menjadi sangat besar terhadap tokoh muda kita ini. Yang terpenting, penulis ingin menekankan dalam tulisan ini, bahwa Ulil Abshar-Abdalla adalah seorang santri yang berpendapat, bahwa kemerdekaan berpikir adalah sebuah keniscayaan dalam Islam. Tentu saja ia percaya akan batas-batas kemerdekaan itu, karena bagaimanapun tidak ada yang sempurna kecuali kehadirat Tuhan. Selama ia percaya ayat dalam kitab suci Al-Qur’an: “Dan tak ada yang abadi kecuali kehadirat Tuhan“ (wa yabqa wajhu rabbika dzul jalali wal ikram), dan yakin akan kebenaran kalimat Tauhid, maka ia adalah seorang Muslim. Orang lain boleh berpendapat apa saja, tetapi tidak dapat mengubah kenyataan ini. Seorang Muslim yang menyatakan bahwa Ulil anti Muslim, akan terkena Sabda Nabi Muhammad SAW: “Barang siapa yang mengkafirkan saudara yang beragam Islam, justru ialah yang kafir” (man kaffara akhahu musliman fahuwa kafirun).

Ulil dalam hal ini bertindak seperti Ibnu Rusyd (Averros), yang membela habis-habisan kemerdekaan berpikir dalam Islam. Sebagai akibat, Averros juga di“kafir”kan orang, tentu saja oleh mereka yang berpikiran sempit dan takut akan perubahan-perubahan. Dalam hal ini, memang spektrum antara pengikut paham sumber tertulis Ahl al-Naqli (kaum tekstualis) dan penganut paham serba akal Ahl al-Aqli (kaum rasional) dalam Islam memang sangat lebar. Kedua hal ini pun, sekarang sedang ditantang oleh paham yang menerima “sumber intuisi” (Ahl al-Dzawq), seperti dikemukakan oleh Al-Jabiri dari Universitas Yar’muk di Yordania. Sumber ketiga ini, diusung oleh Imam al-Ghazali dalam magnumopus (karya besar), Ihya’ ’Ulum al-Din, yang saat ini masih diajarkan di pondok-pondok pesantren dan perguruan-perguruan tinggi di seantero dunia Islam.

Jelaslah, dengan demikian “kesalahan” Ulil adalah karena ia bersikap “menentang” anggapan salah yang sudah tertanam kuat di benak kaum muslim. Bahwa kitab suci Al-Qur’an menyatakan “Telah ku sempurnakan bagi kalian agama kalian hari ini” (Alyawma akmaltu lakum dinakum) dan “Masuklah ke dalam Islam/kedamaian secara menyeluruh” (Udkhulu fi al-silmi kaffah), maka seolah-olah jalan telah tertutup untuk berpikir bebas. Padahal, yang dimaksudkan kedua ayat tersebut adalah terwujudnya prinsip-prinsip kebenaran dalam agama Islam, bukannya perincian tentang kebenaran dalam Islam. Ulil mengetahui hal itu, dan karena pengetahuannya tersebut ia berani menumbuhkan dan mengembangkan liberalisme (keterbukaan) dalam keyakinan agama yang diperlukannya. Dan orang-orang lain itu marah kepadanya, karena mereka tidak menguasai penafsiran istilah tersebut.

Berpulang kepada kita jualah untuk menilai tindakan Ulil Abshar-Abdalla, yang mengembangkan paham liberalisme dalam Islam. Lalu mengapa ia melakukan hal itu? Apakah ia tidak mengetahui kemungkinan akan timbulnya reaksi seperti itu? Tentu saja ia mengetahui kemungkinan itu, karena sebagai seorang santri Ulil tentu paham “kebebasan” yang dinilai buruk itu. Lalu, mengapa ia tetap melakukan kerja menyebarkan paham tersebut? Tentu karena ia “terganggu” oleh kenyataan akan lebarnya spektrum di atas. Karena ia khawatir pendapat “keras” akan mewarnai jalan pikiran kaum muslim pada umumnya. Mungkin juga, ia ingin membuat para “muslim pinggiran” merasa di rumah mereka sendiri (at home) dengan pemahaman mereka. Kedua alasan itu baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan, mungkin saja menjadi motif yang diambil Ulil Abshar-Abdalla tersebut.

Kembali berpulang kepada kita semua, untuk memahami Ulil dari sudut ini atau tidak. Jika dibenarkan, tentu saja kita akan “membiarkan” Ulil mengemukakan gagasan-gagasannya di masa depan. Disadari, hanya dengan cara “menemukan” pemikiran seperti itu, barulah Islam dapat berhadapan dengan tantangan sekulerisme. Kalau demikian reaksi kita, tentu saja kita mengharapkan Ulil masih mau melahirkan pendapat-pendapat terbuka dalam media khalayak. Bukankah para ulama di masa lampau cukup bijaksana untuk memperkenalkan pebedaan-perbedaan pemikiran seperti itu? Adagium seperti “perbedaan pandangan di kalangan para pemimpin adalah rahmat bagi umat” (ikhtilaf al-A’immh rahmah al-‘ummah).

Jika kita tidak menerima sikap untuk membiarkan Ulil “berpikir” dalam media khlayak, maka kita dihadapkan kepada dua pilihan antara “larangan terbatas” untuk berpikir bebas, atau sama sekali menutup diri terhadap kontaminasi (penularan) dari proses modernisasi. Sikap pertama, hanya akan melambatkan pemikiran demi pemikiran dari orang-orang seperti Ulil. Padahal pemikiran-pemikiran ini, harus dimengerti oleh mereka yang dianggap sebagai “orang luar”. Pendapat kedua, berarti kita harus menutup diri, yang pada puncaknya dapat berwujud pada radikalisme yang bersandar pada tindak kekerasan. Dari pandangan inilah lahir terorisme yang sekarang “menghantui” dunia Islam. Kalau kita tidak ingin menjadi radikal, sudah tentu kita harus dapat mengendalikan kecurigaan kita atas proses modernisasi, yang untuk sebagian berakibat kepada munculnya paham “serba kekerasan”, yang saat ini sedang menghinggapi dunia Islam.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa yang dibawa Ulil Abhsar dalam bentuk pandangan liberalisme Islam justru ditentang di lingkungan NU sendiri? Jawabnya terletak dalam kenyataan, bahwa di lingkungan NU, pembaruan pada umumnya terjadi tanpa menggunakan label apapun. Sewaktu KH. A. Wahid Hasyim kembali dari Mekkah pada tahun 1931, ia langsung mengadakan perombakan pada kurikulum madrasah di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Ia berhasil, karena justru perombakan itu dilakukan tanpa nama apapun. Seolah-olah tidak ada perubahan apapun. Dengan demikian, ia menjaga perasaan orang yang masih mengikuti cara berpikir lama.

Yang menolak perubahan/karena perasaan dan pikiran mereka termasuk ayahnya sendiri (KH. M. Hasjim Asy’ari), dihargai dan di “orangkan”. Merekapun menahan diri dan tidak mengadakan perlawanan terbuka terhadap apa yang dilakukan. Demikian pula, ketika KH. Mahfudz Sidiq melansir gagasannya tentang prinsip-prinsip kebaikan masyarakat (Mabadi’ Khairah ‘Ummah) diawal-awal dasawarsa empat puluhan ia meletakannya dalam konteks memperkuat susunan masyarakat yang sudah ada. Maka gagasan itu langsung diterima tanpa kritikan apapun dari semua pihak di lingkungan NU. Sayangnya, beliau tidak berumur panjang dan meninggal dunia sewaktu pihak Jepang mulai menanamkan pengaruhnya di negeri ini. Demikian pula, ketika menjadi Ketua Umum PBNU, Penulis juga melakukan perubahan-perubahan drastis, antara lain dengan memasukkan tokoh-tokoh muda pada kedudukan strategis di lingkungan NU. Tetapi itu semua dilakukan tanpa embel-embel apapun.

Lalu terjadilah perubahan-perubahan drastis, tanpa ada gejolak-gejolak apa-apa. Hal itu dilakukannya juga di lingkungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Begitu banyak anak-anak muda menjadi fungsionaris penting dalam PKB, tanpa ada perlawanan berarti. Di sinilah letak pentingnya sikap yang jelas dari seorang pimpinan yang mengerti apa yang harus dilakukan. Nah, hal inilah yang justru diabaikan oleh Ulil Abshar Abdalla yang “terjebak” dalam label yang dibuatnya sendiri, atau yang dibiarkan tumbuh. Tentu saja perkembangan belum berakhir, karena Ulil kemudian “berdiam diri” dengan cara belajar di luar negeri. Sewaktu ia kembali ke tanah air nanti, mungkin ia dapat mengorganisir penerimaan lebih luas di lingkungan NU dengan cara “berdiam diri” seperti itu dulu.

Tuduhan bahwa ia selama ini tidak ikhlas memimpin umat, mungkin dapat ia tolak dengan cara seperti itu. Mungkin dukungan terhadap dirinya akan berkurang, namun di lingkungan NU ia akan diterima secara lebih luas, karena ia akan dilihat sebagai “orang sendiri”. Style atau gaya kepemimpinan seperti ini, memang merupakan ciri yang berdiri sendiri di lingkungan NU. Hal semacam inilah yang jarang dimengerti oleh orang-orang dari gerakan Islam yang lain. Penulis sendiri banyak melakukan perubahan-perubahan mengenai apa-apa yang ada di lingkungan NU, tetapi tidak pernah menyebutkan apa-apa yang dibiarkan. Ada anggapan orang akan perlunya perubahan di lingkungan luar NU agar orang-orang di luar NU lebih dapat menerima perubahan.

“Pengenalan keadaan” seperti inilah yang harus kita mengerti baik di lingkungan NU maupun di luarnya dan mengetahui keadaan seperti itu, kita akan dapat melakukan perubahan-perubahan di lingkungan gerakan Islam. Memang hal ini adalah sebuah keniscayaan yang mau tidak mau akan menentukan kualitas kepemimpinan seseorang. Nah, kemampuan menyusun kepemimpinan yang berlandaskan tidak hanya pikiran-pikiran, tetapi juga didasarkan pada hal-hal praktis semacam ini, adalah sebuah “modal” yang diperlukan. Antara gaya dan substansi kepemimpinan, harus ada keseimbangan yang menentukan kualitasnya. Ulil Abshar-Abdalla masih berusia muda tetapi memiliki potensi besar untuk menjadi pimpinan yang diakui semua pihak, dan untuk itu ia harus juga “memahami” hal itu. Kalau hal itu terjadi, maka Penulis makalah ini adalah orang paling berbahagia, di samping orang tua dan mertuanya sendiri. Pilihan yang kelihatannya mudah tetapi sulit dilakukan, bukan?

Jakarta, 28 November 2005

Naskah ini penyempurnaan dari tulisan dengan judul yang sama sebelumnya. Disampaikan pada acara Peluncuran dan Diskusi Buku “Menjadi Muslim Liberal”karya Ulil Abshar-Abdalla di Universitas Paramadina, Selasa 29 November 2005.


Sumber: GusDur.net

GUS DURKU, BUNG KARNOKU… SELAMAT JALAN…

by Yahya Cholil Staquf






Ini kehilangan tak terperi. Tapi diam-diam aku merasakannya seperti formalitas saja. Ketuk palu atas sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kehilangan yang sesungguhnya telah terjadi dua belas tahun yang lalu, ketika suatu hari kamar mandi kantor PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), di Kramat Raya Jakarta, tak kunjung terbuka. Kamar mandi itu terkunci dari dalam dan Gus Dur ada didalamnya. Orang-orang menggedor-gedor pintu, tak ada sahutan. Ketika akhirnya pintu itu dijebol, orang mendapati Gus Dur tergeletak bersimbah darah muntahannya sendiri. Itulah strokenya yang pertama dan paling dahsyat, yang sungguh-sungguh merenggut kedigdayaan fisiknya.

Sebelum malapetaka itu, Gus Dur adalah sosok “pendekar” yang nyaris tak terkalahkan. Pada waktu itu, tak ada yang tak sepakat bahwa beliau adalah salah satu tumpuan harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Tapi ketika akhirnya memperoleh kesempatan menakhodai bangsa ini, keruntuhan fisik telah membelenggu beliau sedemikian rupa sehingga gelombang pertempuran yang terlampau berat pun menggerusnya. Aku tak pernah berhenti percaya bahwa seandainya yang menjadi presiden waktu itu adalah Gus Dur sebelum sakit, pastilah hari ini Indonesia sudah punya wajah yang berbeda, wajah yang lebih cerah dan lebih bersinar harapannya.

Aku telah menjadi pengagum berat Gus Dur dan mendaulat diriku sendiri sebagai murid beliau sejak aku masih remaja. Tapi memang Gus Dur telampau besar untukku, sehingga aku tak pernah mampu menangkap secuil pemahaman yang berarti dari ilmunya, kecuali senantiasa terlongong-longong takjub oleh gagasan-gagasan dan tindakan-tindakannya.

Ketika datang kesempatan bagiku untuk benar-benar mendekat secara fisik dengan tokoh idolaku, yaitu saat aku ditunjuk sebagai salah seorang juru bicara presiden, saat itulah pengalaman-pengalaman besar kualami. Bukan karena aku melompat dari santri kendil menjadi pejabat negara. Bukan sorot kamera para wartawan, bukan pula ta’dhim pegawai-pegawai negeri. Tapi inspirasi-inspirasi yang berebutan menjubeli kepala dan dadaku dari penglihatanku atas langkah-langkah presidenku.

Sungguh, langkah-langkah Presiden Gus Dur waktu itu mengingatkanku kembali pada kitab DBR (Dibawah Bendera Revolusi) yang kukhatamkan sewaktu kelas satu SMP dulu. Mengingatkanku pada “Nawaksara”, mengingatkanku pada “Revolusi belum selesai!”

Orang-orang mengecam kegemarannya berkeliling dunia, mengunjungi negara-negara yang dalam pandangan umum dianggap kurang relevan dengan kepentingan Indonesia. Namun aku justru melihat daftar negara-negara yang beliau kunjungi itu identik dengan daftar undangan Konferensi Asia-Afrika. Brasil mengekspor sekian ratus ribu ton kedelai ke Amerika setiap tahunnya, sedangkan kita mengimpor lebih separuh jumlah itu, dari Amerika pula. Maka presidenku datang ke Rio De Janeiro ingin membeli langsung kedelai dari sumbernya tanpa makelar Amerika. Venezuela mengipor seratus persen belanja rempah-rempahnya dari Rotterdam, sedangkan kita mengekspor seratus –persen rempah-rempah kita kesana. Maka presidenku menawari Hugo Chavez membeli rempah-rempah langsung dari kita. Gus Dur mengusulkan kepada Sultan Hasanal Bolkiah untuk membangun Islamic Financial Center di Brunaei Darussalam, lalu melobi negara-negara Timur Tengah untuk mengalihkan duit mereka dari bank-bank di Singapura kesana…

Barangkali pikiranku melompat serampangan. Tapi sungguh yang terbetik dibenakku waktu itu adalah bahwa Gus Dur, presidenku, sedang menmpuh jalan menuju cakrawala yang dicita-citakan pendahulunya, Pemimpin Besarku, Bung Karno. Yaitu mengejar kemerdekaan yang bukan hanya label, tapi kemerdekaan hakiki bagi manusia-manusia Indonesia. Yaitu bahwa masalah-masalah bangsa ini hanya bisa dituntaskan apabila berbagai ketidakadilan dalam tata dunia yang mapan pun dapat diatasi. Yaitu bahwa dalam perjuangan semesta itu harus tergalang kerjasama diantara bangsa-bangsa tertindas menghadapi bangsa-bangsa penindas.

Hanya saja, Gus Dur mengikhtiarkan perjuangan itu dengan caranya sendiri. Bukan dengan agitasi politik, bukan dengan machtsforming, tapi dengan langkah-langkah taktis yang substansial, cara-cara yang selama karir politiknya sendiri memang menjadi andalannya. Yang bagi banyak orang terlihat sebagai kontroversi, bagiku adalah cara cerdik beliau menyiasati pertarungan melawan kekuatan-kekuatan besar, baik didalam negeri maupun diluar negeri, yang terlampau berat untuk ditabrak secara langsung dan terang-terangan. Gus Dur terhadap Bung Karno, bagiku layaknya Deng Xiao Ping terhadap Mao Tse Tung.

Tapi pahlawanku bertempur ditengah sakit, seperti Panglima Besar Soedirman di hutan-hutan gerilyanya. Maka nasib Diponegoro pun dicicipinya pula…

Banyak orang belakangan bertanya-tanya, mengapa orang tua yang sakit-sakitan itu tak mau berhenti saja, beristirahat menghemat umurnya, ketimbang ngotot seolah terus-menerus mencari-cari posisi ditengah silang-sengkarut dunia yang kian semrawut saja. Saksikanlah, wahai bangsaku, inilah orang yang terlalu mencintaimu, sehingga tak tahan walau sedetik pun meninggalkanmu. Inilah orang yang begitu yakin dan determined akan cita-citanya, sehingga rasa sakit macam apa pun tak akan bisa menghentikannya. Selama napas masih hilir-mudik di paru-parunya, selama detak masih berdenyut di jantungnya, selama hayat masih dikandung badannya.

Kini Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyelimutkan kasih sayang paripurnanya untuk hambaNya yang mulia itu. Memperbolehkannya beristirahat dari dunia tempat ia mengais bekal akhiratnya. Semoga sesudah ini segera tercurah pula kasih sayang Allah untuk bangsa yang amat dicintainya ini, agar dapat beristirahat dari silang-sengkarut nestapa rakyatnya. Gus Durku, Bung Karnoku… Selamat jalan….

Penulis adalah mantan Juru Bicara Presiden pada masa kepresidenan K.H. Abdurrahman Wahid.

Kamis, 25 Maret 2010

I work to be the best at what I do

Sahabat Indonesia yang hatinya baik,

yang sedang bekerja keras membangun kehidupan yang keindahannya sudah ada dalam impian-impiannya.

Mudah-mudahan sapa saya di hari Kamis siang ini menjumpai Anda dalam kedamaian dan kesehatan yang mendasari kesungguhan Anda untuk menjadi yang terbaik dalam yang Anda lakukan.

Sekedar informasi,

45% dari 943,112 Super Fans di Facebook Mario Teguh hari ini, atau sekitar 424,400 Super Fans berusia antara 13 – 24 tahun!

Hampir setengah juta pembaca Super Note ini adalah anak-anak dan adik-adik saya yang masa depannya sangat cemerlang!

Untuk adik-adik dan anak-anak saya yang terkasih, ini pesan Pak Mario ya?

Janganlah merasa tertekan karena Anda harus menjadi pribadi yang kaya, berpangkat tinggi, dan ternama.

Itu bukan tujuan yang mendamaikan hati.

Padahal, kedamaian adalah suasana hati yang terbaik bagi pengembangan semua kualitas adik-adik dan anak-anakku.

Selalu ada jalan baik untuk mencapai kebaikan.

Sekarang,

Mau tahu bagaimana Pak Mario dulu belajar dan bekerja untuk membangun karir dan kehidupan Pak Mario sampai sekarang ini?

Ini rahasianya, dalam tiga langkah (bijak mode – on):

1. I never work for the numbers.

2. I work to be the best at what I do.

3. Then, the best numbers come in.

Pak Mario dari dulu sampai sekarang, tidak pernah belajar untuk menjadi juara satu, dan tidak pernah bekerja untuk mencari uang.

Pak Mario belajar untuk menjadi paling mengerti di bidang yang Pak Mario pelajari, atau Pak Mario menjadi yang terbaik dalam mengerjakan yang Pak Mario kerjakan.

Pak Mario tidak pernah belajar atau bekerja untuk mengalahkan orang lain.

Pak Mario belajar dan bekerja untuk menjadi lebih baik daripada Pak Mario kemarin.

Setelah itu, eh ternyata …, angka-angka yang terbaik datang.

Pak Mario kadang-kadang juara di kelas.
Tapi nggak selalu sih ya?, khan kita harus kasih kesempatan untuk yang lain juara juga. Khan nggak keren kalau kita juara terus?!

Karena tidak sibuk cari uang, tapi sibuk jadi yang terbaik dalam pekerjaan, Pak Mario diberi pangkat lumayan tinggi waktu muda; umur 33 tahun sudah Vice President, umur 38 tahun Pak Mario mengundurkan diri dari jabatan di Bank untuk berwiraswasta, jadi konsultan dan pembicara publik.

Sebagai pebisnis mandiri yang modalnya adalah:
kesungguhan untuk menjadikan diri dan yang Pak Mario lakukan sebagai keuntungan bagi mereka yang Pak Mario layani,
awalnya susah sekali (sebetulnya: amat sangat super susah sekali),
tapi remember the first rule:
I never work for the numbers,
and the second rule:
I work to be the best at what I do.

Eh …! tahu-tahu sudah bisa punya rumah, tahu-tahu sudah dikasih dua anak lucu-lucu oleh Ibu Linna, bisa liburan ke sana ke sini, menulis di koran, ada di radio, dan eh! tahu-tahu sudah ada di TV, dan eh! Facebook Fans sudah hampir satu juta!, dan eh! ke mana-mana ada teman yang menyapa Salam Zhupper ... Pak Mario!

Believe me,

Jika kita berfokus pada yang penting, tahu-tahu kehidupan ini damai dan utuh.

Tapi, kalau soal uang, sampai sekarang Pak Mario masih tetap tidak punya.
Jangankan uang, dompet saja Pak Mario tidak punya. Karena, semua uang dan harta keluarga dipegang dan diurus Ibu Linna.

Pak Mario memang percayakan semua kepada Ibu Linna, karena Pak Mario ingin tetap bekerja dengan Rule No. 1, dan karena Pak Mario sangat mempercayai Ibu Linna, dan dia menjaga kepercayaan itu dengan sangat baik.

Pak Mario pilih Ibu Linna untuk menjadi Ibu dari anak-anak Pak Mario, untuk menjadi boss keluarga, dan menjadi sahabat dan kekasih Pak Mario – karena orangnya baik, jujur, sayang anak dan suami, pandai (dia MBA di Amerika umur 22 tahun), dan cantik (itu bonus, tapi tidak mutlak, meskipun penting, … kalau bisa sih ya?)

Dan yang ini sedikit diketahui oleh orang, Ibu Linna adalah senjata rahasia Pak Mario.

Ibu Linna yang memastikan Pak Mario tampil dengan pakaian dan posture yang baik di publik, dia yang menjaga kesehatan dan kesegaran Pak Mario, dia yang menasehati Pak Mario mengenai bahasa dan selera bicara Pak Mario, dia yang mengharuskan orang lain berlaku hormat kepada Pak Mario, dia yang mengingatkan saya kalau saya lupa bahwa saya Mario Teguh.

Bagaimana mungkin Pak Mario tidak menyayangi dan menghormati Ibu Linna? Hidupnya adalah untuk kebaikan suami dan anak-anaknya.

Bila adik-adik dan anak-anakku nanti memikirkan pacar atau pasangan hidup, pastikan kalian memillih pria atau wanita yang akan menghebatkan diri kalian. Dengannya, kalian akan saling menghebatkan.

Khan kalian sudah tahu, pasangan hidup yang tidak di-recommend oleh Pak Mario?

Dan yang ini jangan di-argue:

Wanita-wanita yang baik adalah untuk pria-pria yang baik.
Dan sebaliknya, pria-pria yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.

...........

So, adik-adik dan anak-anaku yang sangat Pak Mario sayangi,

Kehidupan ini indah.

Jangan hanya mengeluhkan keharusan-keharusan yang harus kalian penuhi sekarang, yang rasanya tidak enak dan merampas kebebasan itu.

Semua keharusan di masa muda, adalah yang membebaskan di masa dewasa dan tua.

Pak Mario waktu masih anak-anak dan muda dulu (kira-kira tahun lalu ya?) bukanlah murid yang paling cerdas, bukan yang paling rajin, dan bukannya tanpa keluhan.

Tetapi, Pak Mario untungnya masih menghormati orang tua dan para guru.
Jaman itu saja, Pak Mario sudah dicemooh teman-teman sebagai kuno, karena lebih menuruti anjuran baik, daripada mbolos dan main meninggalkan pelajaran.

Tetapi itulah yang membuat Pak Mario punya ijazah dan pendidikan yang menjadi tiket masuk untuk bekerja. Teman-teman Pak Mario yang nakal dan bandel itu dulu, banyak yang sekarang sudah jadi kakek-kakek yang penuh penyesalan. Kasihan sih ya? Tapi itu pilihan mereka saat masih muda dulu.

Pada akhirnya, setiap orang harus bertanggung-jawab atas dirinya masing-masing.

Kalau adik-adik dan anak-anakku termasuk yang sulit mempercayai orang yang lebih tua, jangan tidak percayai Pak Mario mengenai hal yang ini ya?

Yang menelantarkan masa muda, akan menjadi orang tua yang ditelantarkan oleh kehidupan.

Kalau kepastian itu dijadikan taruhan, taruhannya adalah kehidupan, yang pasti kalah!

Trust me.

Guys, I love you. Very few things are truer than this.

………..

Adik-adik dan anak-anakku yang baik hatinya,

Kalian adalah pembesar masa depan.

Jangan pernah melihat diri Anda sendiri dengan pandangan yang tidak sesuai bagi pribadi seterhormat Anda.

Jangan lihat diri Anda sekarang sebagaimana adanya.
Lihatlah diri Anda sebagaimana bisa jadinya.

Kalian adalah permata dan mutiara kebanggaan orang tua kalian, yang menjadi tujuan dari semua doa dan harapan Ayah dan Bunda.

Jika suatu hari nanti kalian menjadi pribadi-pribadi besar yang bernilai bagi kehidupan bangsa, sadarkah kalian bahwa rahim Ibunda telah digunakan oleh Tuhan untuk menjadi tempat pembentukan kalian, untuk menjadi bayi lucu yang sehat dan kuat kemauannya itu?

Sayangilah Ibunda dan Ayahanda. Mereka adalah saudara dan sahabat Pak Mario, yang sangat Pak Mario hormati dan sayangi.

Kalau kalian mendengar dan melihat Pak Mario berbicara, atau menulis dengan bahasa yang penuh hormat kepada Ibunda dan Ayahanda kalian, apakah kalian bisa sedikit meniru cara bicara Pak Mario - saat kalian berbicara dengan Bunda dan Ayah?

Pak Mario minta kalian mencoba ya?

Cobalah berbicara penuh kasih dan hormat kepada Bunda dan Ayah, lalu perhatikan apa yang terjadi.

Kalian akan melihat dengan nyata, bagaimana Tuhan akan memberikan hal-hal baik kepada kalian, bahkan yang kalian lupa minta.

Nanti, kalau sempat membebaskan diri dari orang banyak, berbicaralah dekat-dekat dengan Tuhan, bisikkanlah ini:

Tuhanku yang sangat aku sayangi,
Aku sangat menyayangi Ibu dan Ayahku.
Bantulah aku untuk menjadi anak yang membanggakan mereka.
Jika bukan melalui mereka, aku tidak akan berada dalam kehidupan ini, dan hidup dalam hak ku untuk menjadi pribadi yang besar, kuat, dan bernilai.
Kuatkanlah aku dihadapkan rasa malasku.
Tegaskanlah aku dalam menolak yang tidak baik.
Mudahkanlah bagiku untuk mengerti, untuk mengingat, dan terampilkanlah aku dalam menyelesaikan soal-soalku.
Tuhanku, aku ingin menjadi jiwa yang kau kasihi.
Maka bantulah aku untuk menjadi jiwa yang jujur, yang damai, yang rajin, dan yang penuh kegembiraan.
Cerahkanlah masa depanku.
Jadikanlah aku pribadi yang bernilai bagi sesama.

Amien.

………..


Adik-adik dan anak-anakku yang sangat Pak Mario kasihi,

Begitu dulu ya?

Besok Ibu Linna dan Pak Mario, bersama beberapa sahabat akan terbang ke Tanah Suci untuk ibadah Umroh. Marco, anak laki-laki Pak Mario yang mirip sekali dengan ayahnya (saya!) akan ikut, tetapi Audrey tidak bisa ikut karena harus bersama teman-temannya ikut UN.

Mudah-mudahan semua anak-anakku yang terkasih, bersama Audrey yang tersayang, dapat melalui Ujian Nasional ini dengan damai dan lulus dengan baik.

Ibu Linna dan Pak Mario akan doakan keberhasilan kalian semua di Madinah dan Mekkah ya?

Dan tahu nggak?, bahwa semua doa orang tua dan kami di Tanah Suci, akan menjadi sangat manjur, kalau dibuka oleh doa kalian masing-masing langsung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

Sampai kita bertemu suatu ketika nanti ya?

Mohon disampaikan salam sayang untuk Bunda dan Ayah, dari Ibu Linna dan Pak Mario.

Be good!

Loving you all as always,

Masa Lalu Bukan Penentu Masa Depan

Dearest Super Members dan Super Fans,

Sahabat Indonesia yang hatinya baik,
yang sedang menjadikan kesalahan-kesalahan masa lalunya sebagai pelajaran yang meninggikannya hari ini,
dan mencegah penyesalan-penyesalannya menjadi kabut yang mengaburkan pandangannya ke masa depan.

Hadiah terbaik yang bisa Anda terima dari sebuah kesalahan adalah terperbaikinya kualitas yang sebelumnya membuat Anda melakukan kesalahan.

Maka janganlah berlama-lama dalam penyesalan atas kesalahan, tetapi bersegeralah menjadi pribadi yang lebih baik karena kesalahan itu.

Mudah-mudahan pembuka dari sapa saya di atas, menemui Anda dalam kesehatan dan kedamaian yang mengutuhkan diri dalam pekerjaan yang Anda tujukan sebagai pengubah nasib Anda dan keluarga tercinta.

Berikut adalah Super Note yang saya susunkan sebagai pelengkap bagi MTSN – ORANG BAIK YANG HIDUPNYA BELUM BAIK, untuk membantu kita berpihak kepada logika yang kejernihannya baik bagi kelapangan hati kita dalam bekerja.

...........

MARIO TEGUH SUPER NOTE
MASA LALU BUKAN PENENTU MASA DEPAN

...........


Sahabat saya yang jernih pikiran dan bening hatinya,

Saya mohon Anda merenungkan jawaban dari pertanyaan sederhana berikut ini, dan menjawabnya dengan penuh kejujuran.

Jika Anda tidak ingin menjadi yang terbaik,
lalu Anda ingin menjadi apa?

………..

Seseorang yang mungkin kecewa dengan masa lalunya, dan menggunakan kegagalan dan kesulitan di masa lalunya sebagai penduga kualitas masa depannya, akan menjawab:

Biarkanlah aku mengalir saja dalam kehidupan ini.
Rezeki sudah ada yang mengatur.
Kalau sudah rezeki ku, khan nggak kemana-mana?
Kalau rezekinya kecil, apa pun yang kita coba, hasilnya juga akan kecil.
Kita berencana, tetapi Tuhan yang menentukan.
Aku tidak ingin menjadi yang terbaik, karena itu mengharuskan ku untuk bekerja lebih keras. Padahal, tidak ada jaminan bahwa kerja keras ku akan dihargai.
Aku ingin enjoy aja.
Kehidupan khan bukan untuk kerja aja?

………..

Jika seseorang menjawab selain untuk menjadi yang terbaik, maka jawaban itu biasanya keluar dari diri yang memposisikan masa lalunya yang lemah sebagai rancangan masa depannya.

Ingatlah, bahwa

Pribadi yang dilahirkan sangat berbakat, tetapi tidak bekerja dengan cara-cara yang berkualitas, akan maju secepat perahu yang berlayar di sungai yang kering.

Maka,

Janganlah pernah memasuki kegiatan dan pekerjaan apa pun tanpa kesungguhan untuk menjadi yang terbaik dalam melakukannya.

Jika kecil kemungkinan Anda untuk menjadi yang terbaik dalam suatu bidang – dan Anda belum bisa menggantinya dengan pekerjaan yang lain, maka lakukanlah pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya.

Suatu saat akan ada orang yang dibuat melihat bahwa Anda sedang bekerja dengan sangat baik di tempat yang BUKAN yang terbaik bagi Anda.

Dan itu adalah awal di mana Anda akan diberikan kesempatan untuk menjadi yang terbaik dalam pekerjaan yang merayakan kualitas-kualitas terbaik Anda.

Memang sulit bagi siapa pun untuk merasa damai, jika dia harus bekerja di tempat yang menuntut penggunaan dari kelemahan-kelemahan-kelemahannya, sedangkan kekuatan-kekuatannya tidak dihargai sedikit pun.

Sahabat saya yang baik hatinya,

Sampai di sini,
mudah-mudahan Anda merasakan yang saya rasakan, bahwa ternyata

Bukan masa lalu yang buruk yang mengganggu kedamaian kerja kita, tetapi kesalahan dalam penggunaan dari kemampuan-kemampuan kita hari ini.

Karena,

Apa pun kualitas masa lalu kita, akan segera terobati dan selesai, jika masa kini kita berisi kegembiraan dalam merayakan hasil penggunaan dari kekuatan-kekuatan pribadi kita.

Tetapi sebaliknya,
setinggi apa pun keningratan dan kejayaan dari kelahiran kita; hari ini akan menjadi pembentuk masa lalu yang buruk,
jika kita bekerja asal bekerja, menggunakan kelemahan-kelemahan kita untuk menuntut dibayar mahal, tidak mengupayakan yang besar, enggan melakukan yang berkeringat, lambat memulai, tetapi cepat menunda.

Maka janganlah pernah lupakan, bahwa

Kesalahan masa kini, lebih berbahaya daripada kesalahan masa lalu.

Kesalahan masa lalu tidak bisa melakukan apa pun, kecuali menyediakan dirinya untuk diingat, diratapi, dan digunakan oleh sang empunya untuk mengecilkan hatinya sendiri, dan dengannya mengecilkan kehidupannya hari ini.

Kesalahan masa kini-lah yang sedang bekerja giat untuk membangun penyesalan-penyesalan masa depan kita.

Itu sebabnya,

Jika kita ingin menjadi orang tua yang penuh dengan penyesalan, kita hanya perlu meneruskan kehidupan yang tidak diperiksa ketepatannya.

Jika ada anak muda yang bersikukuh mempertahankan cara-cara hidupnya yang salah, dia hanya harus terus menyebalkan bagi banyak orang, yang akan membiarkannya menua menjadi orang yang pernah muda, tetapi yang tidak mencapai kekuatan-kekuatan yang dicapai oleh orang yang mendewasa dengan cerdik.

Tujuan dari ke-muda-an itu adalah mendewasa dengan cerdik, yaitu menjadi semampu orang-orang tua tanpa menjadi sama tua-nya.

Coba bayangkan, penghormatan dan kekayaan apa yang akan dipantaskan kepada Anda, jika Anda baru berusia 30-an tahun – tetapi berpikir, bersikap, dan berlaku seperti yang terbijak di antara mereka yang usianya 60 tahunan?

Maka,

Janganlah hidup dengan cara-cara yang menjadikan Anda seorang kakek atau nenek dengan kemandirian sosial dan finansial seorang anak baru gede.

Belajarlah dan bekerjalah dengan ketertarikan yang besar untuk hidup dalam masa depan yang baik.

Berhentilah meratapi kelemahan-kelemahan Anda.

Kelemahan Anda tidak akan merugikan Anda, jika Anda tidak menggunakannya sebagai satu-satunya jalan keberhasilan Anda.

Berfokuslah pada kekuatan Anda, dan bukan pada kelemahan Anda.

Berfokuslah pada kemungkinan-kemungkinan baik, bukan pada kemungkinan gagal.

Dan berfokuslah pada kesungguhan upaya Anda, bukan pada masalah-masalah Anda.

Ingatlah, bahwa

Apa pun yang menjadi fokus Anda, akan tumbuh.

Maka berfokuslah pada yang menguatkan, yang membesarkan, dan pada yang meninggikan Anda.

Mudah-mudahan sama pengertian kita, bahwa

Masa depan Anda bergantung kepada penggunaan terbaik dari kemampuan Anda, bukan pada kesalahan Anda di masa lalu atau pada keraguan Anda tentang masa depan.

Masa depan Anda bergantung kepada penggunaan dari kekuatan-kekuatan Anda,
bukan kepada peratapan dari kelemahan-kelemahan Anda.

Dan, bahwa

Masa depan Anda bergantung kepada keberhasilan Anda,
bukan kepada kegagalan Anda.

Maka jadikanlah diri Anda pribadi yang berhasil.

………..


Sahabat saya yang baik hatinya,

Mudah-mudahan dengan penerapan dari konsep ketegasan pribadi di atas, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Kaya mengijinkan kita semua, untuk hidup sejahtera, berbahagia, dan bernilai bagi kebaikan hidup sesama.

Sampai kita bertemu suatu ketika nanti, dan berjabat-tangan penuh keramahan, dan mengobrol penuh kegembiraan, dan merambah semua hal indah dalam perbincangan yang asyik, dan kita tamu-tamuan, minum teh dan kopi lambat-lambat, saling memuji, dan saling berterima-kasih atas kebaikan satu sama lain.

Wouldn’t that be heavenly?

If only you know how much I care.

Mohon disampaikan salam sayang dari Ibu Linna dan saya, untuk keluarga Anda terkasih.

Devoted to you as always.

Subhanalloh


Kelahiran seorang bayi berusia 9 bulan di Dagestan, Rusia, kini membuat heboh warga Rusia. Pasalnya, di kaki kanan bayi bernama Ali itu tiba-tiba saja tertulis ayat Al-Qur’an.
Mula-mula, kata ibu Ali, Madina Yakubova, ada tanda kelahiran di tubuh Ali seperti huruf-huruf Arab. Tapi tak berapa lama huruf-huruf itu membentuk teks.

Menurut Yakubova lagi, Ali semula menderita hematoma di dagu. Begitu hematomanya hilang, teks Arab berbunyi “Allah Pencipta segala sesuatu” muncul di situ.

Ibunya juga menuturkan bahwa semula Ali didiagnosis menderita berbagai penyakit. Tapi, sejak adanya tulisan2 ajaib itu, Ali mendadak sehat wal afiat.

Kini, seperti dilaporkan teve berbahasa Rusia Vesti, puluhan polisi menjaga ketat rumah Ali yang sehari-harinya dikunjungi ratusan orang yang penasaran atau meminta berkah.

Selasa, 23 Maret 2010

Orang Baik Yang Hidupnya Belum Baik

MARIO TEGUH SUPER NOTE

Diambil dari
Mario Teguh Golden Ways
EMAS YANG DIKIRA KUNINGAN
Juni 2009

...........

Rekan-rekan Super Members dan Super Fans yang terkasih,

Marilah kita mulai perbincangan kita kali ini dengan satu pertanyaan:

Mengapakah ada orang baik yang hidupnya belum baik?

………..

Seseorang disebut baik karena dia meyakini yang baik dan hidup dalam kebaikan yang diyakininya.

Sehingga, seseorang tidak bisa disebut sebagai orang baik, jika dia meyakini yang baik, tetapi melakukan yang tidak baik. Dia cepat menyatakan dirinya orang baik, tetapi juga cepat untuk berlaku tidak jujur saat merasa aman untuk berlaku tidak jujur.

Kebaikan itu sederhana dan berani.

Yang sederhana, seharusnya sederhana juga untuk dilaksanakan, dan kemudian berhasil.

Tetapi ketidak-ikhlasan kita untuk menyerahkan yang tidak bisa kita lakukan – kepada Tuhan, dan ketidak-sediaan kita untuk melakukan yang terbaik dari yang bisa kita lakukan, menghasilkan kehidupan yang seharusnya sederhana menjadi kompleks dan penuh kegentingan.

Padahal,

Kebaikan itu sederhana dan berani.

Jika kita telah seutuhnya mengikhlaskan diri kepada kebaikan, maka kita akan sangat berani. Hukum kebaikan adalah melakukan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka mengapakah ada orang yang masih ragu untuk berlaku baik, dan tidak berani menghindari yang buruk?

Janganlah mengikuti orang yang salah pikir, yang mengira bahwa dia akan mendapat kebaikan dari menghindari kebaikan dan dari melakukan keburukan.

Maka jangan sampai kita ditanya, “apakah engkau tidak berpikir?”

Jika ada orang muda yang shalih, kita harus mensyukuri bahwa dia telah mengikhlaskan dirinya kepada kebaikan saat se-muda itu, karena banyak sekali orang yang masih bernegosiasi dan meminta penundaan agar mereka tidak harus berlaku baik sekarang.

Banyak dari mereka merasa bahwa berlaku baik sekarang adalah kerugian, karena masa muda adalah masa untuk hidup dalam kebebasan, dan kebaikan hanya untuk orang yang sudah mulai menua.

Lalu, apakah kebebasan yang mereka maksud adalah kebebasan untuk tidak menjadi orang baik?

Dengan pengertian seperti itu, mereka akan bersikap dan berlaku santai, dan tidak membangun nilai pribadi yang akan menjadikan mereka pribadi yang dibayar mahal dan dihargai tinggi di masa depan.

Mereka tidak menyadari bahwa yang tidak bekerja keras semasa muda, akan dipaksa bekerja keras di masa tua. Itu bukan hanya kemungkinan, tetapi keniscayaan yang sedang terbukti di sekitar kita.

Nah, bagaimana jika orang yang kita sebut sebagai orang baik itu – yang hidupnya sekarang belum baik itu, adalah orang yang tadinya menelantarkan masa mudanya?

Mungkin ini penjelasannya …, bahwa rasa frustrasi-nya hari ini adalah masa penyesuaian diri bagi mereka yang baru saja menjadi orang baik.

Maka orang baik, yang hidupnya belum baik, adalah mungkin orang-orang yang sedang dengan penuh kasih diminta untuk mengutuhkan kebaikannya.

Sehingga,

Jika kita mengatakan yang baik, maka lakukanlah yang baik, dan hindarilah yang buruk.

Jika kita orang baik, ikhlaskanlah diri kita untuk menyerahkan yang tidak bisa kita kerjakan – kepada Tuhan, dan mengambil tanggung jawab penuh atas yang bisa kita kerjakan.

Janganlah berserah, tetapi masih tidak bisa tidur karena mengkhawatirkan yang sudah kita serahkan kepada Tuhan.

Janganlah juga berani, tetapi mengandalkan kekuatan kepada yang selain Tuhan.

Kita, orang-orang yang baik ini, adalah orang yang meyakini bahwa tidak akan ada yang terjadi, tanpa ijin dari Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya pemilik kekuatan. Sehingga, jika ada sesuatu terlaksana dengan kekuatan, itu pasti terlaksana karena ijin Tuhan.

Maka marilah kita mengikhlaskan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan.

Kerjakanlah apa yang harus Anda kerjakan dengan sebaik-baiknya niat dan dengan sebaik-baiknya cara.

Yang kita lakukan bisa saja tidak tepat, kecil, atau tidak bernilai bagi orang lain; tetapi Tuhan sangat berwenang untuk menjadikan kita pribadi yang berhasil – melalui apa pun yang kita kerjakan.

Hanya kebaikan yang membaikkan.

Maka marilah kita meyakini yang baik, dan hidup dalam kebaikan yang kita yakini.

Dan ketahuilah, bahwa anggukan kecil di hati itu, adalah tanda dari kesungguhan Anda, yang mengundang senyum Tuhan untuk merahmati kebaikan dalam keyakinan dan dalam pekerjaan Anda.

………..

Sahabat-sahabat saya yang terkasih,

Itu dulu ya?

Mudah-mudahan kebaikan yang bergema di hati Anda saat membaca hal-hal yang baik, adalah kebaikan yang mencukupkan alasan bagi Tuhan untuk menganugerahi Anda dengan kesehatan yang prima, dengan kelapangan yang mendamaikan, dengan kesejahteraan yang menguatkan, dan dengan kebijakan yang membahagiakan – bagi Anda dan keluarga terkasih.

Tidak ada niat Tuhan kecuali untuk melihat kita hidup dalam keindahan dari kebaikan.

Maka marilah kita belajar untuk lebih menurut.

Sampai kita bertemu nanti ya?

Terima kasih, dan salam sayang dari Ibu Linna dan saya untuk keluarga Anda tercinta.

Devoted to you, as always,

Senin, 22 Maret 2010

TUJUH RINTANGAN KEBERHASILAN SUPER ANDA

MARIO TEGUH SUPER NOTE
SEVEN HURDLES TO YOUR SUPER SUCCESS

………..

Sahabat saya yang baik hatinya,

Berlari melampaui rintangan, sudah dapat memperlambat laju seseorang.

Tetapi, tidak sedikit orang yang berlari sambil membawa rintangannya sendiri.

...........

Tidak jarang kita membayangkan sebuah kehidupan yang lebih baik jika kita bisa menghilangkan semua hambatan yang mengganggu pencapaian keberhasilan karir, bisnis, dan pencapaian kualitas hidup yang prima.

Lalu, dalam angan kita, setelah semua hambatan itu tersingkirkan, kita bisa memulai lembaran hidup yang baru; tanpa menyadari kenyataan bahwa dalam semua lembaran kehidupan karir, bisnis, atau kehidupan pribadi – kita tidak akan bisa lepas dari masalah atau hambatan.

Dan dengan begitu sebetulnya hambatan dan pelampauannya-lah yang menjadi kehidupan kita.

Tidak ada hidup yang bersih dari hambatan.
Keberhasilan kita mengatasi hambatan itu-lah yang membuat kita disebut berhasil.

Hanya orang lemah yang menerima kegagalan dan menyalahkan hambatan.

Anda dan saya melihat hambatan sebagai cara untuk mengukur kemampuan baru kita.
Jika kita masih belum berhasil, itu hanyalah tanda bahwa kemampuan kita masih berada di bawah kekuatan hambatan kita.

Dan karena sebagian besar hambatan tidak bisa dikecilkan, maka kita-lah yang harus membesar.

...........

Berikut adalah tujuh hambatan utama yang bisa berdiri antara kita dan cita-cita kita.

1. Ambisi yang rendah.

Mereka yang berhasil, selalu adalah orang-orang yang bisa melihat keberhasilan itu jauh sebelum mereka mencapainya.

Mereka berambisi besar, mereka menginginkan keberhasilan itu.
Mereka membangun gambar yang jelas mengenai kualitas karir, bisnis, dan kualitas hidup yang baik yang bisa dicapai dengan ketepatan kesungguhan dan kerja keras.


2. Dikecilkan oleh rasa takut.

Terbalik dengan yang biasa dilakukan oleh mereka yang sulit berhasil, mereka yang mudah berhasil, justru menumbuhkan kemampuan diri yang besar - jika mereka merasa takut.

Mereka yang akan lama berukuran kecil, adalah mereka yang menjadi kecil apabila merasa takut.


3. Harapan yang rendah untuk keberhasilan.

Bagaimana mungkin Anda membangun semangat kerja yang super, jika hati Anda mengatakan Anda tidak mungkin berhasil?

Maka, bangunlah harapan yang baik untuk keberhasilan Anda, lalu pastikanlah bahwa kualitas semangat Anda, kualitas pemikiran Anda, dan kualitas tindakan Anda - sesuai dengan kualitas harapan Anda yang telah terperbaiki itu.


4. Tingkat tenaga yang rendah.

Bahkan mereka yang telah berada dalam jalur karir dan bisnis yang tepat, harus membawa dirinya pindah dari keadaan di mana mereka berada sekarang ke keadaan yang baru, yang mereka cita-citakan.

Itu sebabnya kita harus mengelola kualitas hati.
Karena jika hati kita lemah, maka otot yang besar dan kuat pun tidak akan berarti.


5. Tidak cukup lama menempel pada proses.

Banyak orang yang gagal bukan karena dia berada pada jalur karir atau bisnis yang salah.
Jalurnya tepat, hanya dia punya kebiasaan untuk tidak menyelesaikan yang telah dimulainya.

Lalu bagaimana dia akan menang pada perlombaan yang tidak pernah diselesaikannya?


6. Tidak jelas hubungan antara rencana dan aktifitasnya.

Bahkan mereka yang bekerja keras pada pilihan karir yang tepat, akan sulit mencapai potensi maksimalnya, jika yang dilakukannya dengan sangat serius itu tidak menuju kepada yang direncanakannya.


7. Bertarung pada pertandingan yang salah.

Mike Tyson akan tampil lucu pada pertandingan petak umpet. Lalu, apakah fighter seperti dia tertarik untuk menjadi juara dalam permainan itu?

Karena keberhasilan ada pada tingkat-tingkat tinggi dalam semua bidang karir dan bisnis, maka pastikanlah Anda memilih jalur dan rentang potensi keberhasilan Anda.

………..


Sahabat saya yang besar impian-impiannya,

sangat saya sadari bahwa bahasan bagi setiap 'rintangan' di atas belum memadai untuk memberikan gambaran yang lebih kuat mengenai posisi sikap ideal kita terhadap masing-masing rintangan,
dan bagaimana tenaga yang diboroskan dalam setiap rintangan itu bisa dimenangkan kembali,
dan digunakan untuk mencapai keberhasilan-keberhasilan yang kita idamkan.

Jika Anda menyukai bahasan kita kali ini, dan ada 'halangan' tertentu yang ingin Anda baca bahasannya dengan lebih rinci di ruang keluarga MTSC ini, saya mohon Anda berkenan untuk menyampaikan comment di bawah Super Note ini - agar saya dapat mempelajari dan menyusunkan Super Note berikutnya.

Mudah-mudahan perhatian baik Anda kepada upaya bersungguh-sungguh untuk menyejahterakan diri dan keluarga terkasih, menjadikan Anda jiwa yang diperhatikan secara khusus oleh Tuhan Yang Maha Kaya.

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Besar memampukan kita menyelesaikan sebesar-besarnya tugas kita dalam membangun kehidupan yang sejahtera, melalui se-sederhana-sederhana-nya kemampuan yang ada pada diri kita.

Sampai kita bertemu suatu ketika nanti, dan duduk dalam kegembiraan persaudaraan, dan menghela nafas dalam kedamaian kesehatian, dan tersenyum dari balik cangkir kopi kita masing-masing … yang kita minum lambat-lambat …

Mohon disampaikan salam sayang dari Ibu Linna dan saya, untuk keluarga Anda terkasih.

Loving you all as always,

HARGAMU HANYA SEBANDING DENGAN PENGHARGAANMU TERHADAP WAKTU

MARIO TEGUH SUPER NOTE


Sahabat saya yang logikanya berpihak kepada keberhasilannya,

Hampir tiga bulan pertama dari tahun yang baru saja kita rayakan kebaruannya ini, telah berlalu, dan dalam dua minggu kita akan melalui seperempat dari satu tahun yang akan menjadikan semua orang menua satu tahun, tetapi yang belum tentu menjadi lebih mampu daripada diri mereka di tanggal yang sama tahun lalu.

Kelihatannya, waktu memilah-milah orang berdasarkan kualitas sikapnya dalam menggunakan waktu.

Yang bersikap baik dalam menggunakan waktu, akan hidup dengan baik. Yang menyepelekan waktu, akan hidup memprotes penyepelean dari orang lain.

Saya tidak ingin mengundang siapa pun untuk merasa khawatir dan terusik dengan ketepatan dari penggunaan waktu dalam hidupnya; tetapi jika ada orang yang tidak khawatir dengan penuaan dirinya yang tidak dibarengi dengan pertumbuhan kekuatan kehidupannya, undangan saja tidak cukup.

Setiap pribadi yang melemahkan kehidupannya dengan cara melemahkan upayanya di dalam rentang waktu, telah sebetulnya dihardik keras oleh kehidupan.

Tetapi kehidupan, tampil bisu bagi orang yang tidak menghormati waktu; karena kekasaran bicara dari kehidupannya tertutupi oleh lantangnya keluhan dan protesnya sendiri tentang ketidak-adilan kehidupan.

Dan kepada adik-adik kita yang muda, yang hatinya gelisah karena menyadari bahwa penuaan dirinya hanya menghasilkan pelemahan kehidupan …, ini yang dapat Anda sampaikan kepadanya dengan se-santun-santunnya bahasa:

…….

Adikku,
buah hati dari ibu mu yang sahabat ibu ku,
yang telah khusuk mendoakan mu dan mendoakan ku,
bahkan jauh sebelum hari kelahiran mu dan kelahiran ku,

Sadarilah bahwa,

Kehidupan ini sudah besar,
engkau tidak akan bisa membesarkannya lagi.
Sehingga sebetulnya engkau tumbuh dari ukuran-ukuran kecil mu untuk menjadi pribadi yang pantas bagi kehidupan yang besar.

Dan yang ini adalah pengertian yang jika kau kuasai, engkau akan menguasai kehidupan, bahwa,

Waktu adalah kesempatan yang pasti menumbuhkan sesuatu.

Mungkin kalimat ku itu tadi, terlalu kecil dan sederhana jika kau bandingkan dengan pembiasan orang lain kepadamu untuk mendengar kalimat-kalimat besar yang panjang dan berbunga rampai, tetapi yang berbuah kecil-kecil dan sedikit.

Aku ulangi ya?

Waktu adalah kesempatan yang pasti menumbuhkan sesuatu.

Maka janganlah ada sedikit keraguan di hatimu, bahwa


Demi waktu,

jika engkau tidak bersikap, berpikir, dan berlaku yang menumbuhkan kekuatan, engkau pasti menumbuhkan kelemahan.

Dan yang dilemahkan adalah kehidupanmu.

Rasa enggan adalah kekuatan yang sangat besar, baik untuk mencapai keberhasilan atau menyebabkan kegagalan.

Maka engganlah terlibat dalam hal-hal yang tidak menghasilkan.
Dan bersegeralah dengan hal-hal yang menghasilkan, walau sekecil apa pun.


Demi waktu,

jika bukan kebaikan yang mewarnai hati, pikiran, dan gerakan-gerakan tubuh mu, pasti bukan kebaikan yang tumbuh subur dalam hari-hari mu.

Dan yang diburukkan adalah kehidupanmu.

Maka bersegeralah menambahkan kebaikan dalam setiap langkah keseharian mu, agar keajaiban yang menata perjalanan hidupmu memindahkan mu ke jalan-jalan menuju taman-taman keindahan hidupmu.


Demi waktu,

jika bukan kasih sayang dan keindahan yang menjadi warna hati, wajah, dan cara-cara mu, pasti bukan keindahan yang kau lihat dan rasakan di dunia ini, tetapi kekejaman.

Dan yang dikejamkan adalah kehidupanmu.

Engkau adalah pena yang menuliskan cerita kehidupanmu sendiri. Jika cerita yang kau pilih berisi kasih sayang dan keindahan, maka tangan yang menggunakan mu adalah tangan Tuhan.


Sahabat pengisi hatiku,
yang menjadi tujuan dari semua kerja keras ku,

dengan khidmat aku berharap agar engkau tidak mengijinkan keraguan mengganggu yang telah kau mengerti sebagai yang baik bagi mu.

Karena, jika engkau meragukan kebaikan, engkau memastikan keraguan sebagai penghalang kemuliaan mu.

Perhatikanlah ini,

Jika engkau bersumpah, engkau memulainya dengan “Demi Tuhan …”

Dan karena Tuhan serius dalam niat-Nya untuk memuliakan mu, Beliau memulai dengan “Demi masa …”

Dengan pengertian ini, mudah-mudahan pintu hatimu terbuka lebar dan me-raksasa-kan balai keindahan yang menjadi ruang tertatanya semua kejadian dalam hidupmu, yaitu hatimu.

Dengan pengertian ini, mudah-mudahan bibir mu bergetar dengan pujian dan pujaan kepada Tuhan yang menjadi tujuan kehidupan mu, dan hati mu bersujud dalam penyerahan yang menyeluruh kepada Yang Maha Memelihara mu.

Engkau adalah kekasih Tuhan, dan tidak ada yang diinginkan-Nya kecuali memuliakan mu.

Maka,

Jika besar harapan mu untuk menjadi pribadi yang berharga, hargailah waktu.

Dan tetapkanlah ini sebagai hukum bagi mu, bahwa

Harga mu hanya sebanding dengan penghargaan mu terhadap waktu.

…….


Rekan-rekan Super Members dan Super Fans yang terkasih,

Mudah-mudahan Super Note ini bisa menyumbangkan sedikit pertimbangan penguat bagi pencapaian kehebatan pribadi kita bersama.

Akhir minggu ini harus kita indahkan dengan kesungguhan untuk menjadikan setiap jiwa yang ada dalam hidup kita merasa bersyukur dia berada dalam persahabatan dan kekeluargaan bersama kita.

Hadirlah ramah di antara anggota keluarga Anda, sebagai pribadi yang menjadi contoh bagi perilaku berkasih-sayang yang kemampuan besarnya sudah Anda miliki.

Sampai kita bertemu suatu ketika nanti, dan berjabat-tangan, dan bertukar salam dan pujian, dan merayakan persaudaraan dan persahabatan yang saling mendoakan bagi kebaikan satu sama lain.

Jumat, 12 Maret 2010

Syaikhuna - SBY



kira-kira, yang dibicarakan beliau berdua itu apa ya???
yang jelas, apapun itu, ketika orang-orang besar yang baik-baik seperti itu bertemu, yang dibicarakan bisa saja berpengaruh pada jutaan umat manusia. bagaimana dengan perbincangan-perbincangan yang kita lakukan selama ini? adakah manfaat yang bisa dirasakan. tak perlu bertanya untuk orang lain, untuk diri kita sendiri saja dulu...adakah?

Kamis, 11 Maret 2010

Wali Allah Menurut Hakim At-Tirmidzi


Hakim at-Tirmidzi lahir di Tirmidz, Uzbekistan, Asia Tengah pada tahun 205 H/820 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abd Allah Muhammad bin Ali bin Hasan al-Hakim at-Tirmidzi. Ia berasal dari keluarga ilmuwan ahli fiqih
dan hadits. Memasuki puncak ketasawufan setelah mengalami goncangan batin sebagaimana yang di kemudian hari dialami al-Ghazali. Ia mendefinisikan Wali Allah adalah seorang yang demikian kokoh di dalam peringkat kedekatannya kepada Allah (fi martabtih), memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti bersikap shidq (jujur dan benar) dalam perilakunya, sabar dalam ketaatan kepada Allah, menunaikan segala kewajiban, menjaga hukum dan perundang-undangan (al-hudud) Allah, mempertahankan posisi (al-) kedekatannya kepada Allah. Dalam keadaan ini, menurut at-Tirmidzi, seorang wali mengalami kenaikan peringkat sehingga berada pada posisi yang demikian dekat dengan Allah, kemudian ia berada di hadapan-Nya, dan menyibukkan diri dengan Allah sehingga lupa dari segala sesuatu selain Allah.

Karena kedekatannya dengan Allah, seorang wali memperoleh ‘ishmah (pemeliharaan) dan karamah (kemuliaan) dari Allah. menurutnya, ada tiga jenis ‘ishmah dalam Islam. Pertama, ‘ishmah al-anbiya’ (ishmah para Nabi) merupakan sesuatu yang wajib; baik berdasarkan argumentasi ‘aqliyyah seperti dikemukakan Mu’tazilah maupun berdasarkan argumentasi sam‘iyyah. Kedua, ‘ishmah al-awliya’ (merupakan sesuatu yang mungkin); tidak ada keharusan untuk menetapkan ‘ishmah bagi para wali dan tidak berdosa untuk menafikannya dari diri mereka, tidak juga termasuk ke dalam keyakinan agama (‘aqa’id al-din); melainkan merupakan karamah dari Allah kepada mereka. Allah melimpahkan ‘ishmah ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara mereka. Ketiga, ‘ishmah al-‘ammah, ‘ishmah secara umum , melalui jalan al-asbab, sebab-sebab tertentu yang menjadikan seseorang terpelihara dari perbuatan maksiat.

‘Ishmah yang dimiliki para wali dan orang-orang beriman, menurut at-Tirmidzi, bertingkat-tingkat. Bagi umumnya orang-orang yang beriman, ‘ishmah berarti terpelihara dari kekufuran dan dari terus menerus berbuat dosa; sedangkan bagi para wali ‘ishmah berarti terjaga (mahfuzh) dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka. Masing-masing mereka mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya. Inti pengertian ‘ishmah al-awliya’ terletak pada makna al-hirasah (pengawasan), berupa cahaya ‘ishmah (anwar al-ishmah) yang menyinari relung jiwa (hanaya al-nafs) dan berbagai gejala yang muncul dari kedalaman al-nafs, tempat persembunyian al-nafs (makamin al-nafs), sehingga al-nafs tidak menemukan jalan untuk mengambil bagian dalam aktivitas seorang wali. Ia dalam keadaan suci dan tidak tercemari berbagai kotoran al-nafs ( adnas al-nafs ).

Adapun yang dimaksud karamah al-awliya’ tiada lain, kemuliaan, kehormatan,(al-ikram); penghargaan (al-taqdir); dan persahabatan (al-wala) yang dimiliki para wali Allah berkat penghargaan, kecintaan dan pertolongan Allah kepada mereka. Karamah al-awliya itu, dalam pandangan Hakim at-Tirmidzi, merupakan salah satu ciri para wali secara lahiriah (‘alamat al-awliya’ fi al-zhahir) yang juga dinamakannya al-ayat atau tanda-tanda.

Hakim at-Tirmidzi membagi karamat al-awliya ke dalam dua bagian. Pertama, karamah yang bersifat ma‘nawi atau al-karamat al-ma‘nawiyyah. Karamah yang pertama merupakan sesuatu yang bertentangan dengan adat kebiasaan secara fisik-inderawi, seperti kemampuan seseorang unrtuk berjalan di atas air atau berjalan di udara. Sedangkan karamah yang kedua merupakan ke-istiqamah-an seorang hamba di dalam menjalin hubungan dengan Allah, baik secara lahiriah maupun secara batiniah yang menyebabkan hijab tersingkap dari kalbunya hingga ia mengenal kekasihnya, serta merasa ketentraman dengan Allah. At-Tirmidzi memaparkan karamah yang kedua sebagai yang berikut:

Kemudian Tuhan memandang wali Allah dengan pandangan rahmat. Maka Tuhan pun dari perbendaharaan rububiyyah menaburkan karamah yang bersifat khusus kepadanya sehingga ia (wali Allah) itu berada pada maqam hakikat kehambaan (al-haqiqah al-ubudiyyah). Kemudian Tuhan pun mendekatkan kepada-Nya, memanggilnya, menghormati dan meninggikannya. Menyayanginya dan menyerunya. Maka wali pun menghampiri Tuhan ketika ia mendengar seru-Nya. Mengokohkan (posisi)-nya dan menguatkannya; memelihara dan menolongnya; sehingga ia meresponi dan menyambut seruan-Nya. Dalam kesunyian ia memanggil-Nya. Setiap saat ia munajat kepada-Nya. Ia pun memanggil kekasihnya. Ia tidak mengenal Tuhan selain Allah.

Orang yang menolak karamah al-awliya’, menurut at-Tirmidzi, disebabkan mereka tidak mengetahui persoalan ini kecuali kulitnya saja. Mereka tidak mengetahui perlakuan Allah terhadap para wali. Sekiranya orang tersebut mengetahui hal-ihwal para wali dan perlakuan Allah terhadap mereka; niscaya mereka tidak akan menolaknya. Penolakan mereka terhadap karamah al-awliya’, menurut at-Tirmidzi, disebabkan oleh kadar akses mereka terhadap Allah hanya sebatas menegaskan-Nya; bersungguh-sungguh di dalam mewujudkan kejujuran (al-shidq); bersikap benar dalam mewujudkan kesungguhan sehingga meraih posisi al-qurbah (dekat dengan Allah). Sementara mereka buta terhadap karunia dan akses Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Demikian juga buta terhadap cinta (mahabbah) dan kelembutan (ra’fah) Allah kepada para wali. Apabila mereka mendengar sedikit tentang hal ini, mereka bingung dan menolaknya.

Adapun derajat kewalian, dalam pandangan al-Tirmidzi, dapat diraih dengan terpadunya dua aspek penting, yakni karsa Allah kepada seorang hamba dan kesungguhan pengabdian seorang kepada Allah. Aspek pertama merupakan wewenang Allah secara mutlak; sedangkan aspek kedua merupakan perjuangan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah. Menurut at-Tirmidzi, ada dua jalur yang biasa ditempuh oleh seorang sufi guna meraih derajat kewalian. Jalur pertama disebut thariqah al-minnah (jalan golongan yang mendapat anugerah) sedangkan jalur kedua disebut thariq ashhab al-shidq (jalan golongan yang benar dalam beribadah). Melalui jalur pertama, seorang sufi meraih derajat kewalian di hadapan Allah semata-mata karena karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikendaki Allah di antara hamba-hamba-Nya. Sedangkan melalui jalur kedua, seorang sufi meraih derajat kewalian berkat keikhlasan dan kesungguhannya di dalam beribadah kepada Allah. Seseorang yang meraih derajat kewalian melalui jalur kedua disebut wali haqq Allah atau awliya’ huquq Allah dalam bentuk jamak.

Menurut at-Tirmidzi derajat kewalian yang diraih melalui jalur kedua diperoleh setelah seorang sufi bertaubat dari segala dosa dan bertekad bulat untuk membuktikan sesungguhan taubatnya dengan konsisten di dalam menunaikan segala yang diwajibkan; menjaga al-hudud (hukum dan perundang-undangan Allah) dan mengurangi al-mubahat (hal-hal yang dibolehkan); kemudian memperhatikan aspek batin dan menjaga kesuciannya dengan seksama.
Seorang sufi yang meraih derajat kewalian (al-walayah) melalui jalur kedua desebut wali haqq Allah, karena sufi itu telah mencurahkan seluruh perhatian dan usahanya untuk menjaga hak Allah. Perjuangan yang demikian berat ini telah menambah kesucian hati sufi tersebut. Hatinya menjadi terformat sedemikian rupa dengan sifat Allah al-Haqq sehingga al-Haqq menjadi salah satu sifatnya yang mendominasi perasaannya yang terdalam (al-wujdan) dan membimbing seluruh perilakunya. Tidaklah seorang sufi itu mengucapkan sesuatu kecuali melalui Allah al-Haqq; tidaklah melakukan sesuatu kecuali menuju Allah al-Haqq; dan tidaklah dia diam kecuali bersama Allah al-Haqq. Maka al-Haqq senantiasa bersama-Nya dalam berbagai keadaan. Para wali yang memiliki kualifikasi ini disebut juga al-awliya al-shadiqin.

Sementara itu, memperoleh derajat al-walayah melalui jalur pertama, thariqah al-Minnah, terbagi kedalam dua proses. Pertama, anugerah kewalian itu diperoleh dengan tanpa usaha sebelumnya. Melalui proses ini orang yang menerima anugerah al-walayah merasakan adanya kekuatan yang menarik dirinya kepada kualitas al-walayah tersebut. Para sufi yang meraih derajat kewalian melalui proses ini disebut al-mujtabun (yang diangkat) atau al-mujzubun (yang ditarik). Kedua, anugerah kewalian itu diperoleh karena ada prakondisi sebelumnya. Derajat al-walayah yang diberikan melalui proses kedua ini mengandung pengertian bahwa anugerah al-walayah itu diberikan oleh Allah kepada seseorang yang telah berada di dalam maqam al-shidq, suatu kedudukan terhormat di hadapan Allah yang hanya bisa ditempati oleh para sufi yang telah memiliki kualifikasi wali di antara al-awliya al-shadiqin. Hal ini terjadi semata-mata karena kasih sayang Allah kepadanya.

Derajat kewalian dan kenabian, menurut at-Tirmidzi, merupakan anugerah Allah. Allah telah memilih di antara hamba-hamba-Nya menjadi al-anbiya (Nabi-Nabi) dan awliya (para wali). Kemudian Allah melebihkan derajat sebagian al-anbiya atas sebagian yang lain. Sebagaimana Allah melebihkan sebagian derajat al-awliya atas sebagian yang lain. Kelebihan Nabi Muhammad SAW. atas para Nabi yang lain adalah kedudukannya sebagai khatam al-nubuwwah yang merupakan hujjat Allah bagi makhluk-Nya pada hari kiamat, karena tiada seorang pun di antara al-anbiya yang mendapat kedudukan setinggi ini.

Hujjat Allah yang menjadi inti khatam al-nubuwwah tersebut tiada lain, qadam shidq, yakni kesaksian Allah bahwa Nabi Muhammad SAW. memiliki shidq al-‘ubudiyyah (kesungguhan dalam kehambaan). Dengan qadam shidq tersebut Nabi Muhammad SAW. mendahului barisan para Nabi dan Rasul. Kemudian Allah menyambutnya dan menempatkannya di dalam al-maqam al-mahmud pada al-kursi. Dengan demikian para Nabi mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah orang yamg paling mengenal Allah. Beliau diberi bendera pujian (liwa al-hamd) dan kunci kemulian (mafatih al-karam). Oleh sebab itu, khatam al-anbiyyin, menurut at-Tirmidzi, bukan karena Nabi Muhammad SAW. paling akhir diutus; melainkan karena al-nubuwwah telah sempurna secara total pada diri Nabi Muhammad SAW. sehingga dia menjadi jantung kenabian (qalb al-nubuwwah) karena kesempurnaannya; kemudian al-nubuwwah ditutup (pada diri beliau).

Bertitik tolak dari pandangannya tentang al-anbiya dan al-awliya, at-Tirmidzi memandang bahwa khatam al-awliya (pamungkas para wali) adalah al-wali al-majdzub yang memegang kepemimpinan (al-imamah) atas para wali. Di tangannya terdapat bendera kewalian (liwa al-walayah). Para wali seluruhnya membutuhkan syafa’at dari padanya; sebagaimana para Nabi membutuhkan syafa’at dari Nabi Muhammad SAW. Ia memperoleh bagian kenabian yang paling sempurna; sehingga ia dekat dengan al-anbiya; bahkan hampir mendahuluinya; sebagaimana tergambar pada hadits yang berikut:

Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah, ada orang yang bukan Nabi dan bukan syuhada; namun, banyak Nabi dan syuhada yang ingin seperti mereka, karena derajat mereka disisi Allah ‘Azza wa jalla.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mereka? Beliau bersabda: “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan motivasi karena Allah; padahal bukan di antara kerabat mereka, juga bukan karena harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, wajah mereka niscaya laksana cahaya, mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak merasa sedih, ketika orang-orang bersedih. Kemudian beliau membacakan satu ayat:

(Q.S. Yunus: 62).
Maqam-nya (dihadapan Allah) berada pada peringkat tertinggi para wali (fi a‘ala manazil al-awliya). Ia adalah pengikut Nabi Muhammad SAW. Maka sebagaimana Nabi Muhammad SAW. menjadi hujjah bagi para Nabi; wali ini pun menjadi hujjah bagi para wali (al-awliya). Kecuali itu, al-Hakim at-Tirmidzi menghubungkan konsep khatam al-awliya dengan konsep manusia sempurna. Menurutnya, khatam al-awliya ialah manusia yang telah mencapai ma‘rifah yang sempurna tentang Tuhan. Dengan demikian, ia pun mendapatkan cahaya dari Tuhan, bahkan mendapatkan quwwah ilahiyyah (daya Ilahi). Menurut at-Tirmidzi, ada empat puluh orang dari kalangan umat Nabi Muhammad SAW. yang mendapat kedudukan sebagai wali, satu di antara empat puluh itu disebut khatam al-awliya sebagaimana Nabi Muhammad SAW. menjadi khatam al-anbiya.

Sementara itu, Abu Yazid al-Busthami (w.264H/877M.) memperkenalkan konsep al-wali al-kamil (wali yang sempurna). Menurutnya, wali yang sempurna ialah orang yang telah mencapai ma‘rifah yang sempurna tentang Tuhan, ia telah terbakar oleh api Tuhannya. Ma‘rifah yang sempurna akan membawa seorang wali fana’ dalam sifat-sifat ketuhanan. Wali yang fana’ dalam nama Allah, al-zhahir (yang nyata), akan dapat menyaksikan qudrah Tuhan; wali yang fana’ dalam nama-Nya, al-bathin (yang tersembunyi) akan dapat menyaksikan rahasia-rahasia alam; wali yang fana’ dalam nama-Nya, al-akhir (yang akhir), akan menyaksikan masa depan.

Kedudukan khatam al-awliya merupakan anugerah Allah. Allah memberikan al-khatm (penutupan [kewalian]) kepadanya agar pada hari kiamat hati Nabi Muhammad SAW. merasa tenteram. Para wali pun mengakui kelebihan wali ini atas mereka. Ia muncul menjelang terjadinya kiamat dan menjadi hujjat Allah bagi seluruh penganut paham monoteisme (al-muwahhidin) yang datang sesudahnya.

Pemikiran al-Hikam at-Tirmidzi tentang khatm al-walayah lebih jauh dikembangkan oleh Ibnu Arabi. Menurut Ibnu Arabi, konsep al-khatm (penutupan) mengandung dua pengertian. Pertama, al-khatm berarti Allah telah menutup kewalian secara umum (al-walayah al-ammah). Kedua, al-khatm dalam pengertian Allah telah menutup kewalian umat Nabi Muhammad SAW. (al-walayah al-muhammadiyah).

Khatm al-walayah dalam pengertian yang pertama berada pada diri Nabi Isa as. Beliau adalah wali dengan kenabian mutlak (al-nubuwwah al-muthlaqah) yang muncul pada zaman ummat (Nabi Muhammad) ini. Kewalian Nabi Isa terputus dari nubuwwat al-tasyri’, yakni kenabian khusus dengan kewenangan menetapkan syari’at agama dan kerasulannya. Nabi Isa turun di akhir zaman sebagai pewaris (Nabi Muhammad SAW.). Dan khatam [al-walayah] (pamungkas kewalian). Tidak ada wali sesudahnya dengan kenabian mutlak sekalipun, sebagaimana Nabi Muhammad SAW. sebagai khatam al-nubuwwah (pamungkas kenabian) tidak ada Nabi sesudah beliau dengan nubuwwat al-tasyri’. Sedangkan khatam al-walayah dalam pengertian yang kedua berada pada diri seorang laki-laki bangsa Arab dari kalangan orang-orang terhormat.

Pengetahuan tentang syari’at (al-ilm al-syari’i) – yang menjadi dasar nubuwwat al-tasyri’ diwahyukan kepada seorang Rasul melalui malaikat. Sedangkan pengetahuan batin (al-‘ilm al-bathini) yang dimiliki wali, baik dalam kapasitasnya sebagai Rasul, Nabi, maupun wali saja; bersifat pancaran dari seorang khatam al-awliya. Adapun khatam al-awliya mendapatkan secara menyeluruh dari sumber pancaran ruhaniah (manba‘al-faydl al-ruhi); yakni ruh Muhammad atau al-haqiqah al-Muhammadiyah.

Ibnu Arabi menghubungkan konsepsi khatam al-awliya dengan kemampuan menangkap al-‘athaya (pemberian dan anugerah) Allah. Menurut Ibnu Arabi, ada dua jenis al-‘athaya (pemberian) yakni yang bersifat dzatiyyah dan yang bersifat asma’iyyah. Adapun al-‘athaya al-dzatiyyah tidak terjadi kecuali melalui tajalli ilahi; sedangkan tajalli merupakan pengetahuan tertinggi tentang Tuhan. Pengetahuan ini tidak diberikan kecuali kepada khatam al-rusul (pamungkas para utusan) dan khatam al-awliya (pamungkas para wali).

Tiada seorang pun di antara al-anbiya dan al-rusul dapat mengalami tajalli al-dzat kecuali melalui misykah, teropong, khatam al-rusul; dan tiada seorang pun al-awliya mengalami tajalli al-dzat kecuali melalui misykah, teropong, khatam al-awliya bahkan al-anbiya dan al-rusul pun tidak dapat mengalami tajalli al-dzat kecuali melalui misykat al-khatam al-awliya’; meskipun khatam al-awliya merupakan pengikut khatam al-rusul dalam syari’at yang dibawanya.

Dalam pandangan Ibnu Arabi, khatam al-anbiya mempunyai kedudukan yang sebanding dengan khatam al-awliya. Menurutnya setiap Nabi sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi terakhir; tiada seorang pun di antara mereka, kecuali mengambil dari misykat (teropong) khatam al-nabiyyin; meskipun khatam al-nabiyyin tersebut secara historis muncul terakhir. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW.: Aku sudah menjadi Nabi; sedangkan Adam di antara air dan tanah. Sedangkan para Nabi selain Nabi Muhammad SAW. menjadi Nabi setelah mereka diutus (ke dunia).

Demikian juga khatam al-awliya telah menjadi wali, ketika Adam masih berada di antara air dan tanah; sedangkan para wali yang lain menjadi wali setelah mereka memperoleh syarat-syarat kewalian (al-walayah), yakni setelah diri mereka tersifati oleh al-akhlaq al-ilahiyyah atau akhlak Tuhan, terutama berkenaan dengan pernyataan Allah sendiri yang menyebut diri-Nya al-wali al-hamid (Wali yang Maha Terpuji).

-sufinews.com-

Selasa, 09 Maret 2010

the eye


Afghan Girl (1984)

Gambar ini diambil oleh Potograper National Geographic Steve McCurry.
Gadis dalam foto ini adalah Sharbat Gula salah satu murid di sekolah pusat penampungan pengungsi Afghanistan.

YANG MENJADIKAN FOTO INI TERKENAL ADALAH KARENA JARANG ADA KESEMPATAN UNTUK MENGABADIKAN PROFIL WAJAH WANITA AFGHAN.
Sharbat Gula diperkirakan 12 tahun pada saat gambar ini diambil.

Photographer : Steve McCurry, Source: nationalgeographic.com

Senin, 08 Maret 2010

:'-(


Stricken Child Crowling Towards a Food Camp (1994)

Foto ini berhasil mendapat penghargaaan Pulitzer. Foto ini diambil pada tahun 1994, pada saat bencana kelaparan di Sudan. Yang menggambarkan seorang anak merangkak menuju sebuah kamp Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang terletak beberapa kilometer. Dan juga seekor burung bangkai yang sedang menunggu anak itu mati untuk dimakan. Foto ini membuat terkejut seluruh dunia.

Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang terjadi pada anak itu, termasuk si fotograper Kevin Carter yang meninggalkan tempat segera setelah foto diambil. TIGA BULAN KEMUDIAN KEVIN CARTER MELAKUKAN BUNUH DIRI KARENA DEPRESI TELAH MEMOTRET BOCAH ITU TANPA MENOLONGNYA KEMUDIAN.

Photographer : Kevin Carter

Selasa, 02 Maret 2010

Memilih Dia

bidadariku...

jujur
dalam benak ini
bagiku, memilihmu adalah untuk memilih Dia
dua hal yang tak bisa dipisahkan

bidadariku...

damai dan berbahagialah di surgamu
karena tak bisa kujanjikan apapun
untuk memintamu turun ke bumi
hanya karena aku

bidadariku...

dengan memilih Dia
yang akan memilihkan
yang terbaik untukmu
juga untukku
atas kehendakNya
semoga Dia memberi kita kekuatan

bidadariku...

tetaplah tersenyum di sana
naungi aku dengan do'a - do'amu

Senin, 01 Maret 2010

Manusia

A. Manusia dalam al-Qur'an disebut : Al-Insan ( al-Insan 1 ). Al-Basyar ( al-Hijr 28 ). Bani Adam ( al-Isra' 70 ). An-Nas.

B. Proses kejadian manusia :

1. Melalui masa yang tidak disebutkan ( al-Insan 1 ).

2. Mengalami beberapa tingkatan kejadian ( Nuh 14 ).

3. Ditumbuhkan dari tanah seperti tumbuh-tumbuhan ( Nuh 17 ).

4. Dijadikan dari tanah liat = lazib ( ash-Shaffat 11 ).

5. Dijadikan dari tanah kering dan lumpur hitam ( shalshal dan hamain ) al-Hijr 28.

6. Berproses dari saripati tanah, nuthfah dalam rahim, segumpal darah, segumpal daging, tulang, dibungkus dengan daging, makhluk yang paling baik ( al-Mu'minun 12-14 ).

7. Kemudian ditiupkan roh ( ash-Shad: 72, al-Hijr: 29 ).

Manusia diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah, yaitu turob ( tanah ), tanah kering ( shal-shal ), lumpur hitam ( hamain ), thin ( tanah kering ) dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa fisik manusia berasal dari macam-macam bahan yang ada dalam tanah.

C. Tubuh manusia terdiri dari roh dan jasad, kedua unsur ini membentuk senyawa, sehingga terwujud proses dan mekanisme hidup. Terputusnya dua unsur ini berarti terjadinya kematian.

D. Keistimewaan manusia dari makhluk lainnya :

1. Manusia sebagai ciptaan yang tertinggi dan terbaik ( at-Tin 4 ).

2. Manusia dimuliakan dan diistimewakan oleh Allah ( al-Isra' 70 ).

3. Mendapatkan tugas mengabdi ( adz-Dzariyat 56 ), oleh karenanya manusia disebut abdi Allah.

4. Mempunyai peranan sebagai khalifah ( wakil Allah ) ( al-An'am 165 ), dengan berbagai tingkatan.

5. Mempunyai tujuan hidup, yaitu mendapatkan ridho Allah ( al-An'am 163 ), dan kebahagiaan didunia dan diakhirat.

6. Untuk melaksanakan tugas serta peranannya guna mencapai tujuan hidupnya manusia diberi peraturan-peraturan hidup ( an-Nisa' 105 ).

E. Sifat-sifat manusia antara lain :

1. Bersifat tergesa-gesa ( al-Isra' 11 ).

2. Sering membantah ( al-Kahfi 54 ).

3. Ingkar dan tidak berterima kasih kepada Tuhan ( al-�Adiyat 6 ).

4. Keluh kesah dan gelisah serta kikir ( al-Ma'arij 19 ).

5. Putus asa bila ada kesusahan ( al-Ma'arij 20 ).

6. Kadang-kadang ingat Tuhan karena penderitaan ( Yunus 12 ).

F. Penggolongan manusia :

1. Menurut Surat al-Fatihah :

a. Yang diberi ni'mat petunjuk.

b. Yang dimurkai Tuhan.

c. Yang sesat.

2. Menurut Surat al-Baqarah ( awal ) :

a. Muttaqin.

b. kafirin.

c. munafiqin.

3. Yang dicintai dan dimurkai :

a. Yang dicintai Allah :

1. Muhsinin ( al-Baqarah 195; Ali-�Imran 134; al-A'raf 56 ).

2. Tawwabin, Mutathohhirin ( al-Baqarah 222; asy-Syu'ara 69; at-Taubah 120 ).

3. Muttaqin ( Ali-�Imran 76; at-Taubah 36 ).

4. Shobirin ( Ali-Imran 146 ).

5. Muqsithin ( al-Maidah 42 ).

6. Mutawakkilan ( Ali-�Imran 159 ).

7. Berjuang dijalan Allah dengan organisasi rapih ( ash-Shaaf 4 ).

b. Yang dimurkai Allah :

1. Fasiqin ( ash-Shaff 5 ).

2. Mufsidin ( al-Maidah 64; Yunus 81 ).

3. Zholimin ( at-Taubah 19 ).

4. Kafirin ( at-Taubah 37 ).

5. Khowwanin Kafur ( al-Hajj 38 ).

6. Mustakbirin ( an-Nahl 23 ).

7. Musrifin ( al-An�am 141 ).

8. Kadzibun Kaffar ( az-Zumar 3 ).

9. Musrifun Kadzab ( al-Mu'min 28 ).

4. Dalam penggolongan-penggolongan lainnya yang terdapat dalam al-Qur'an maupun al-Hadits yang pada umumnya dibagi kepada dua macam :

a. Yang baik ( ashhabul yamin, ashabul maimanah, khairul bariyyah dan lain-lain ).

b. Yang tidak baik ( ashhabusysyimal, ashhabul mas'amah, syarrul bariyyah dan lain-lain ).

Kehidupan Manusia.

1. Tujuan Hidup : Mencari ridho Allah / mardhotillah ( al-An'am 163 ).

2. Tugas Hidup : Mengabdikan diri kepada Allah dalam berbagai aspek kehidupan / � ibadah ( adz-Dzariyat 56 ).

3. Peranan Hidup. Khalifah, wakil Allah untuk mewujudkan kehendak Ilahi dibumi, memakmurkan alam dan lain-lain ( al-An'am 165 ). Pelanjut risalah / menyampaikan ajaran-ajaran Allah dan membelanya ( Ali-�Imran 110 ).

4. Pedoman Hidup. Al-Qur'an dan as-Sunnah ( al-Isra' 9; an-Nisa' 59 dan 105 ).

5. Teladan hidup.

Muhammad Rasulullah saw. ( al-Ahzab 40 ).

6. Kawan hidup. Mu'minin, Mu'minat ( al-Hujurat 10 ).

7. Lawan hidup.

Syaithan dan sifat-sifat syaithan seperti : syirik, kufur dan lain-lain ( al-Baqarah 168 dan al-An'am 142 ).

8. Bekal hidup. Seluruh alam raya dan isinya ( al-Jasiyah 13 ).

Membongkar Kesesatan Hizbut Tahrir : Siapa mereka ?

Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc
Firqoh-Firqoh, 27 Agustus 2005, 08:45:57

Apa Itu Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir (untuk selanjutnya disebut HT) telah memproklamirkan diri sebagai kelompok politik (parpol), bukan kelompok yang berdasarkan kerohanian semata, bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan (akademis) dan bukan pula lembaga sosial (Mengenal HT, hal. 1). Atas dasar itulah, maka seluruh aktivitas yang dilakukan HT bersifat politik, baik dalam mendidik dan membina umat, dalam aspek pergolakan pemikiran dan dalam perjuangan politik. (Mengenal HT, hal. 16)
Adapun aktivitas dakwah kepada tauhid dan akhlak mulia, sangatlah mereka abaikan. Bahkan dengan terang-terangan mereka nyatakan: “Demikian pula, dakwah kepada akhlak mulia tidak dapat menghasilkan kebangkitan…, dakwah kepada akhlak mulia bukan dakwah (yang dapat) menyelesaikan problematika utama kaum muslimin, yaitu menegakkan sistem khilafah.”(Strategi Dakwah HT, hal. 40-41). Padahal dakwah kepada tauhid dan akhlak mulia merupakan misi utama para nabi dan rasul.
Allah Ta’ala menegaskan:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اُعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Beribadahlah hanya kepada Allah dan jauhilah segala sesembahan selain-Nya’.” (An-Nahl: 36)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam juga menegaskan:
بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكاَرِمَ اْلأَخْلاَقِ

“Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang bagus.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Ahmad, dan Al-Hakim. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 45)

Tujuan dan Latar Belakang
Mewujudkan kembali Daulah Khilafah Islamiyyah di muka bumi, merupakan tujuan utama yang melatarbelakangi berdirinya HT dan segala aktivitasnya. Yang dimaksud khilafah adalah kepemimpinan umat dalam suatu Daulah Islam yang universal di muka bumi ini, dengan dipimpin seorang pemimpin tunggal (khalifah) yang dibai’at oleh umat. (Lihat Mengenal HT, hal. 2, 54 )

Para pembaca, tahukah anda apa yang melandasi HT untuk mewujudkan Daulah Khilafah Islamiyyah di muka bumi? Landasannya adalah bahwa semua negeri kaum muslimin dewasa ini –tanpa kecuali– termasuk kategori Darul Kufur (negeri kafir), sekalipun penduduknya kaum muslimin. Karena dalam kamus HT, yang dimaksud Darul Islam adalah daerah yang didalamnya diterapkan sistem hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam urusan pemerintahan, dan keamanannya berada di tangan kaum muslimin, sekalipun mayoritas penduduknya bukan muslim. Sedangkan Darul Kufur adalah daerah yang didalamnya diterapkan sistem hukum kufur dalam seluruh aspek kehidupan, atau keamanannya bukan di tangan kaum muslimin, sekalipun seluruh penduduknya adalah muslim. (Lihat Mengenal HT, hal. 79)

Padahal tolok ukur suatu negeri adalah keadaan penduduknya, bukan sistem hukum yang diterapkan dan bukan pula sistem keamanan yang mendominasi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Keberadaan suatu bumi (negeri) sebagai Darul Kufur, Darul Iman, atau Darul Fasiqin, bukanlah sifat yang kontinu (terus-menerus/langgeng) bagi negeri tersebut, namun hal itu sesuai dengan keadaan penduduknya. Setiap negeri yang penduduknya adalah orang-orang mukmin lagi bertakwa maka ketika itu ia sebagai negeri wali-wali Allah. Setiap negeri yang penduduknya orang-orang kafir maka ketika itu ia sebagai Darul Kufur, dan setiap negeri yang penduduknya orang-orang fasiq maka ketika itu ia sebagai Darul Fusuq. Jika penduduknya tidak seperti yang kami sebutkan dan berganti dengan selain mereka, maka ia disesuaikan dengan keadaan penduduknya tersebut.” (Majmu’ Fatawa, 18/282)

Para pembaca, mengapa –menurut HT– harus satu khilafah? Jawabannya adalah, karena seluruh sistem pemerintahan yang ada dewasa ini tidak sah dan bukan sistem Islam. Baik itu sistem kerajaan, republik presidentil (dipimpin presiden) ataupun republik parlementer (dipimpin perdana menteri). Sehingga merupakan suatu kewajiban menjadikan Daulah Islam hanya satu negara (khilafah), bukan negara serikat yang terdiri dari banyak negara bagian. (Lihat Mengenal HT, hal. 49-55)

Ahlus Sunnah Wal Jamaah berkeyakinan bahwa pada asalnya Daulah Islam hanya satu negara (khilafah) dan satu khalifah. Namun, jika tidak memungkinkan maka tidak mengapa berbilangnya kekuasaan dan pimpinan.
 Al-’Allamah Ibnul Azraq Al-Maliki, Qadhi Al-Quds (di masanya) berkata: “Sesungguhnya persyaratan bahwa kaum muslimin (di dunia ini) harus dipimpin oleh seorang pemimpin semata, bukanlah suatu keharusan bila memang tidak memungkinkan.” (Mu’amalatul Hukkam, hal. 37)
 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: “Para imam dari setiap madzhab bersepakat bahwa seseorang yang berhasil menguasai sebuah negeri atau beberapa negeri maka posisinya seperti imam (khalifah) dalam segala hal. Kalaulah tidak demikian maka (urusan) dunia ini tidak akan tegak, karena kaum muslimin sejak kurun waktu yang lama sebelum Al-Imam Ahmad sampai hari ini, tidak berada di bawah kepemimpinan seorang pemimpin semata.” (Mu’amalatul Hukkam, hal. 34)
 Al-Imam Asy-Syaukani berkata: “Adapun setelah tersebarnya Islam dan semakin luas wilayahnya serta perbatasan-perbatasannya berjauhan, maka dimaklumilah bahwa kekuasaan di masing-masing daerah itu di bawah seorang imam atau penguasa yang menguasainya, demikian pula halnya daerah yang lain. Perintah dan larangan sebagian penguasapun tidak berlaku pada daerah kekuasaan penguasa yang lainnya. Oleh karenanya (dalam kondisi seperti itu -pen) tidak mengapa berbilangnya pimpinan dan penguasa bagi kaum muslimin (di daerah kekuasaan masing-masing -pen). Dan wajib bagi penduduk negeri yang terlaksana padanya perintah dan larangan (aturan -pen) pimpinan tersebut untuk menaatinya.” (As-Sailul Jarrar, 4/512)
Demikian pula yang dijelaskan Al-Imam Ash-Shan’ani, sebagaimana dalam Subulus Salam (3/347), cet. Darul Hadits.

Kapan HT Didirikan?
Kelompok sempalan ini didirikan di kota Al-Quds (Yerusalem) pada tahun 1372 H (1953 M) oleh seorang alumnus Universitas Al-Azhar Kairo (Mesir) yang berakidah Maturidiyyah1 dalam masalah asma` dan sifat Allah, dan berpandangan Mu’tazilah dalam sekian permasalahan agama. Dia adalah Taqiyuddin An-Nabhani, warga Palestina yang dilahirkan di Ijzim Qadha Haifa pada tahun 1909. Markas tertua mereka berada di Yordania, Syiria dan Lebanon (Lihat Mengenal HT, hal. 22, Al-Mausu’ah Al-Muyassarah, hal. 135, dan Membongkar Selubung Hizbut Tahrir (1) hal. 2, Asy-Syaikh Abdurrahman Ad-Dimasyqi). Bila demikian akidah dan pandangan keagamaan pendirinya, lalu bagaimana keadaan HT itu sendiri?! Wallahul musta’an.

Landasan Berpikir Hizbut Tahrir
Landasan berpikir HT adalah Al Qur‘an dan As Sunnah, namun dengan pemahaman kelompok sesat Mu’tazilah bukan dengan pemahaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya. Mengedepankan akal dalam memahami agama dan menolak hadits Ahad dalam masalah akidah merupakan ciri khas keagamaan mereka. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila ahli hadits zaman ini, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah, menjuluki mereka dengan Al-Mu’tazilah Al-Judud (Mu’tazilah Gaya Baru).
Padahal jauh-jauh hari, shahabat ‘Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu telah berkata: “Kalaulah agama ini tolok ukurnya adalah akal, niscaya bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya.”2 (HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 162, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)

Demikian pula (Hizbut Tahrir, red) menolak hadits Ahad dalam masalah akidah, berarti telah menolak sekian banyak akidah Islam yang telah ditetapkan oleh ulama kaum muslimin. Diantaranya adalah: keistimewaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam atas para nabi, syafaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk umat manusia dan untuk para pelaku dosa besar dari umatnya di hari Kiamat, adanya siksa kubur, adanya jembatan (ash-Shirath), Telaga (Al Haudh, red) dan Timbangan Amal di hari Kiamat (Al Mizan, red), munculnya Dajjal, munculnya Al-Imam Mahdi, turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam di akhir zaman, dan lain sebagainya.

Adapun dalam masalah fiqih, akal dan rasiolah yang menjadi landasan. Maka dari itu HT mempunyai sekian banyak fatwa nyeleneh. Diantaranya adalah: boleh mencium wanita non muslim, boleh melihat gambar porno, boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, boleh bagi wanita menjadi anggota dewan syura mereka, boleh mengeluarkan jizyah (upeti) untuk negeri kafir, dan lain sebagainya. (Al-Mausu’ah Al-Muyassarah, hal. 139-140) (Hizbut Tahrir Indonesia menolak hal ini mentah-mentah, padahal fatwa ini ma’ruf terkenal di luar Indonesia, hal ini tidak lain agar ummat yg sudah direngkuhnya tidak lari karenanya, red).

Langkah Operasional untuk Meraih Khilafah
Bagi HT, khilafah adalah segala-galanya. Untuk meraih khilafah tersebut, HT menetapkan tiga langkah operasional berikut ini:
1. Mendirikan Partai Politik
Dengan merujuk Surat Ali ‘Imran ayat 104, HT berkeyakinan wajibnya mendirikan partai politik. Untuk mendirikannya maka harus ditempuh tahapan pembinaan dan pengkaderan (Marhalah At-Tatsqif) (Lihat Mengenal HT hal. 3). Pada tahapan ini perhatian HT tidaklah dipusatkan kepada pembinaan tauhid dan akhlak mulia. Akan tetapi mereka memusatkannya kepada pembinaan kerangka Hizb (partai), memperbanyak pendukung dan pengikut, serta membina para pengikutnya dalam halaqah-halaqah dengan tsaqafah (materi pembinaan) Hizb secara intensif, hingga akhirnya berhasil membentuk partai. (Lihat Mengenal HT hal. 22, 23)

Adapun pendalilan mereka dengan Surat Ali ‘Imran ayat 104 tentang wajibnya mendirikan partai politik, maka merupakan pendalilan yang jauh dari kebenaran. Adakah diantara para shahabat Rasulullah Radiyallahu ‘anhu, para Tabi’in, para Tabi’ut Tabi’in dan para Imam setelah mereka yang berpendapat demikian?! Kalaulah itu benar, pasti mereka telah mengatakannya dan saling berlomba untuk mendirikan parpol! Namun kenyataannya mereka tidak seperti itu. Apakah HT lebih mengerti tentang ayat tersebut dari mereka?!
Cukup menunjukkan batilnya pendalilan ini adalah bahwa parpol terbangun di atas asas demokrasi, yang amat bertolak belakang dengan Islam. Bagaimana ayat ini dipakai untuk melegitimasi sesuatu yang bertolak belakang dengan makna yang dikandung ayat? Wallahu a’lam.

2. Berinteraksi dengan Umat (Masyarakat)
Berinteraksi dengan umat (Tafa’ul Ma’al Ummah) merupakan tahapan yang harus ditempuh setelah berdirinya partai politik dan berhasil dalam tahapan pembinaan dan pengkaderan. Pada tahapan ini, sasaran interaksinya ada empat:
- Pertama: Pengikut Hizb, dengan mengadakan pembinaan intensif agar mampu mengemban dakwah, mengarungi medan kehidupan dengan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik (Lihat Mengenal HT, hal. 24). Pembinaan intensif di sini tidak lain adalah doktrin ‘ashabiyyah (fanatisme) dan loyalitas terhadap HT.
-Kedua: Masyarakat, dengan mengadakan pembinaan kolektif/umum yang disampaikan kepada umat Islam secara umum, berupa ide-ide dan hukum-hukum Islam yang diadopsi oleh Hizb. Dan menyerang sekuat-kuatnya seluruh bentuk interaksi antar anggota masyarakat, tak luput pula interaksi antara masyarakat dengan penguasanya. Taqiyuddin An-Nabhani berkata: “Oleh karena itu, menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antar sesama anggota masyarakat dalam rangka mempengaruhi masyarakat tidaklah cukup, kecuali dengan menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan rakyatnya dan harus digoyang dengan kekuatan penuh, dengan cara diserang sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian.” (Lihat Mengenal HT, hal. 24, Terjun ke Masyarakat, hal. 7)
Betapa ironisnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan kita agar menjadi masyarakat yang bersaudara dan taat kepada penguasa, sementara HT justru sebaliknya. Mereka memecah belah umat dan memporakporandakan kekuatannya. Lebih parah lagi, bila hal itu dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu gerakan sebagaimana yang dinyatakan pendiri mereka: “Keberhasilan gerakan diukur dengan kemampuannya untuk membangkitkan rasa ketidakpuasan (kemarahan) rakyat, dan kemampuannya untuk mendorong mereka menampakkan kemarahannya itu setiap kali mereka melihat penguasa atau rezim yang ada menyinggung ideologi, atau mempermainkan ideologi itu sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu penguasa.” (Pembentukan Partai Politik Islam, hal. 35-36)
- Ketiga: Negara-negara kafir imperialis yang menguasai dan mendominasi negeri-negeri Islam, dengan berjuang menghadapi segala bentuk makar mereka (Lihat Mengenal HT, hal. 25).
Demikianlah yang mereka munculkan. Namun kenyataannya, di dalam upaya penggulingan para penguasa kaum muslimin, tak segan-segan mereka meminta bantuan kepada orang-orang kafir dan meminta perlindungan dari negara-negara kafir. (Lihat Membongkar Selubung Hizbut Tahrir (1) hal. 5)
- Keempat: Para penguasa di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam lainnya, dengan menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan rakyatnya dan harus digoyang dengan kekuatan penuh, dengan cara diserang sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian. Menentang mereka, mengungkapkan pengkhianatan, dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya apabila hak-hak umat dilanggar atau tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, yaitu bila melalaikan salah satu urusan umat, atau mereka menyalahi hukum-hukum islam. (Terjun ke Masyarakat, hal. 7, Mengenal HT, hal. 16,17).

Para pembaca, inilah hakikat manhaj Khawarij yang diperingatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Tidakkah diketahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjuluki mereka dengan “Sejahat-jahat makhluk” dan “Anjing-anjing penduduk neraka”! Semakin parah lagi di saat mereka tambah berkomentar: “Bahkan inilah bagian terpenting dalam aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.” (Mengenal HT, hal. 3)
Tidakkah mereka merenungkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam : “Akan ada sepeninggalku para penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada diantara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan dalam bentuk manusia.” Hudzaifah berkata: “Apa yang kuperbuat bila aku mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya): “Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut! Walaupun dicambuk punggungmu dan dirampas hartamu maka (tetap) dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radiyallahu ‘anhu, 3/1476, no. 1847)?!

Demikian pula, tidakkah mereka renungkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam : “Barangsiapa ingin menasehati penguasa tentang suatu perkara, maka janganlah secara terang-terangan. Sampaikanlah kepadanya secara pribadi, jika ia menerima nasehat tersebut maka itulah yang diharapkan. Namun jika tidak menerimanya maka berarti ia telah menunaikan kewajibannya (nasehatnya).” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim, dari shahabat ‘Iyadh bin Ghunmin radiyallahu ‘anhu, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah, hadits no. 1096)?!

Namun sangat disayangkan, HT tetap menunjukkan sikap kepala batunya, sebagaimana yang mereka nyatakan: “Sikap HT dalam menentang para penguasa adalah menyampaikan pendapatnya secara terang-terangan, menyerang dan menentang. Tidak dengan cara nifaq (berpura-pura), menjilat, bermanis muka dengan mereka, simpang siur ataupun berbelok-belok, dan tidak pula dengan cara mengutamakan jalan yang lebih selamat. Hizb juga berjuang secara politik tanpa melihat lagi hasil yang akan dicapai dan tidak terpengaruh oleh kondisi yang ada.” (Mengenal HT, hal. 26-27)

Mereka gembar-gemborkan slogan “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kata-kata haq di hadapan penguasa yang zalim.” Namun sayang sekali mereka tidak bisa memahaminya dengan baik. Buktinya, mereka mencerca para penguasa di mimbar-mimbar dan tulisan-tulisan. Padahal kandungan kata-kata tersebut adalah menyampaikan nasehat “di hadapan” sang penguasa, bukan di mimbar-mimbar dan lain sebagainya. Tidakkah mereka mengamalkan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang diriwayatkan shahabat ‘Iyadh bin Ghunmin di atas?! Dan jangan terkecoh dengan ucapan mereka, “Meskipun demikian, Hizb telah membatasi aktivitasnya dalam aspek politik tanpa menempuh cara-cara kekerasan (perjuangan bersenjata) dalam menentang para penguasa maupun orang-orang yang menghalangi dakwahnya.” (Mengenal HT, hal. 28). Karena mereka pun akan menempuh cara tersebut pada tahapannya (tahapan akhir).

3. Pengambilalihan Kekuasaan (Istilaamul Hukmi)
Tahapan ini merupakan puncak dan tujuan akhir dari segala aktivitas HT. Dengan tegasnya Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan: “Hanya saja setiap orang maupun syabab (pemuda) Hizb harus mengetahui, bahwasanya Hizb bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan secara praktis dari tangan seluruh kelompok yang berkuasa, bukan dari tangan para penguasa yang ada sekarang saja. Hizb bertujuan untuk mengambil kekuasaan yang ada dalam negara dengan menyerang seluruh bentuk interaksi penguasa dengan umat, kemudian dijadikannya kekuasaan tadi sebagai Daulah Islamiyyah.” (Terjun ke Masyarakat, hal. 22-23)

Dalam tahapan ini, ada dua cara yang harus ditempuh:
1) Apabila negara itu termasuk kategori Darul Islam, dimana sistem hukum Islam ditegakkan, tetapi penguasanya menerapkan hukum-hukum kufur, maka caranya adalah melawan penguasa tersebut dengan mengangkat senjata.
2) Apabila negara itu termasuk kategori Darul Kufur, dimana sistem hukum Islam tidak diterapkan, maka caranya adalah dengan Thalabun Nushrah (meminta bantuan) kepada mereka yang memiliki kemampuan (kekuatan). (Lihat Strategi Dakwah HT, hal. 38, 39, 72)
Subhanallah! Lagi-lagi prinsip Khawarij si “Sejahat-jahat makhluk” dan “Anjing-anjing penduduk neraka” yang mereka tempuh. Wahai HT, ambillah pelajaran dari perkataan Al-Imam Ibnul Qayyim t berikut ini: “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mensyariatkan kepada umatnya kewajiban mengingkari kemungkaran agar terwujud melalui pengingkaran tersebut suatu kebaikan (ma’ruf) yang dicintai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Jika ingkarul mungkar mengakibatkan terjadinya kemungkaran yang lebih besar darinya dan lebih dibenci oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka tidak boleh dilakukan walaupun Allah Ta’ala membenci kemungkaran tersebut dan pelakunya. Hal ini seperti pengingkaran terhadap para raja dan penguasa dengan cara memberontak, sungguh yang demikian itu adalah sumber segala kejahatan dan fitnah hingga akhir masa… Dan barangsiapa merenungkan apa yang terjadi pada (umat) Islam dalam berbagai fitnah yang besar maupun yang kecil, niscaya akan melihat bahwa penyebabnya adalah mengabaikan prinsip ini dan tidak sabar atas kemungkaran, sehingga berusaha untuk menghilangkannya namun akhirnya justru muncul kemungkaran yang lebih besar darinya.” (I’lamul Muwaqqi’in, 3/6)

Mungkin HT berdalih bahwa semua penguasa itu kafir, karena menerapkan hukum selain hukum Allah. Kita katakan bahwa tidaklah semua yang berhukum dengan selain hukum Allah itu kafir. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah: “Barangsiapa berhukum dengan selain hukum Allah, maka tidak keluar dari empat keadaan:
1. Seseorang yang mengatakan: “Aku berhukum dengan hukum ini, karena ia lebih utama dari syariat Islam”, maka dia kafir dengan kekafiran yang besar.
2. Seseorang yang mengatakan: “Aku berhukum dengan hukum ini, karena ia sama/sederajat dengan syariat Islam, sehingga boleh berhukum dengannya dan boleh juga berhukum dengan syariat Islam,” maka dia kafir dengan kekafiran yang besar.
3. Seseorang yang mengatakan: “Aku berhukum dengan hukum ini dan berhukum dengan syariat Islam lebih utama, akan tetapi boleh-boleh saja untuk berhukum dengan selain hukum Allah,” maka ia kafir dengan kekafiran yang besar.
4. Seseorang yang mengatakan: “ Aku berhukum dengan hukum ini,” namun dia dalam keadaan yakin bahwa berhukum dengan selain hukum Allah tidak diperbolehkan. Dia juga mengatakan bahwasanya berhukum dengan syariat Islam lebih utama dan tidak boleh berhukum dengan selainnya, tetapi dia seorang yang bermudah-mudahan (dalam masalah ini), atau dia kerjakan karena perintah dari atasannya, maka dia kafir dengan kekafiran yang kecil, yang tidak mengeluarkannya dari keislaman, dan teranggap sebagai dosa besar. (At-Tahdzir Minattasarru’ Fittakfir, Muhammad Al-’Uraini hal. 21-22)

Demikian pula, kalaulah sang penguasa itu terbukti melakukan kekufuran, maka yang harus ditempuh terlebih dahulu adalah penegakan hujjah dan nasehat kepadanya, bukan pemberontakan.
Adapun dalih mereka dengan hadits Auf bin Malik radiyallahu ‘anhu:
قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهُ! أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لا، مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ.
Lalu dikatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam: “Wahai Rasulullah! Bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian!” (HR. Muslim, 3/1481, no. 1855)
Bahwa “mendirikan shalat di tengah-tengah kalian” adalah kinayah dari menegakkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, sehingga –menurut HT– walaupun seorang penguasa mendirikan shalat namun dinilai belum menegakkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, maka dianggap kafir dan boleh untuk digulingkan! Ini adalah pemahaman sesat dan menyesatkan.

Para pembaca, tahukah anda dari mana ta‘wil semacam itu? Masih ingatkah dengan landasan berpikir mereka? Ya, ta`wil itu tidak lain dari akal mereka semata… Bukan dari bimbingan para ulama. Wallahul musta’an.
Akhir kata, demikianlah gambaran ringkas tentang HT dan selubung sesatnya tentang khilafah. Semoga menjadi titian jalan untuk meraih petunjuk Ilahi. Amin.

Foot note :
1. Menolak sifat-sifat Allah Ta’ala dengan ta`wil, kecuali beberapa sifat saja. (ed)
2. Lanjutan riwayat tersebut: “Dan sungguh aku telah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengusap pungggung khufnya.” (ed)

(Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol. II/No. 17/1426 H/2005, judul asli "Kelompok Hizbut Tahrir dan Khilafah, Sorotan Ilmiah Tentang Selubung Sesat Suatu Gerakan, karya Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc, url http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=287)


http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=979