Minggu, 08 Mei 2011

RABUN HATI

Penyakit paling berbahaya pasti rabun hati karena bahayanya tidak cuma ada di dunia tetapi juga akan tembus ke akhirat. Kita memang menatap dengan rasa ngeri ancaman diabetes dan gagal ginjal. Tetapi ada banyak saudara, kerabat dan sahabat, yang kehilangan kaki karena penyakit ini malah menemukan hidupnya kembali. Ia memang kehilangan kaki, tetapi menemukan hati. Ada banyak pasien cuci darah yang akhirnya menemukan ilmu pasrah (ikhlas). Ini ilmu yang pasti tidak didapat dengan mudah karena malah harus melewati ginjal yang parah. Ada begitu banyak kerusakan tubuh yang malah membangun hati. Karena itulah penyakit tubuh, mestinya tidak boleh semenakutkan dibanding dengan penyakit hati.

Hati itu, tidak usah sakit, cukup rabun saja, dampak kerusakannya sudah luar biasa. Jika penderita itu bernama suami, ia akan memutilasi kebahagiaan keluarganya sendiri. Manajemen keluarga yang sederhana akan menjadi rumit. Soal keuangan saja lalu ada uang perempuan, uang laki-laki, uang gelap, uang terang, uang abu-abu dan uang siluman. Apakah keluarga membutuhkan itu semua? Tidak. Kebutuhan keluarga itu sederhana. Menjadi tidak sederhana ketika nilai-nilai keluarga itu tidak lagi menjadi sumber orientasi.

Begitulah pula dengan pendidikan. Induk persoalannya selalu sederahana. Pendidikan bertugas mengajar siswa. Itu saja mestinya. Tetapi ketika pendidikan dijejali bermacam-macam kepentingan, dunia pendidikan menjadi berjejal muatan dan tujuan utama itu lalu nyelip entah di mana.

Begitu pula dengan pembangunan. Tugas utamanya simpel saja sebetulnya. Ia memudahkan, melancarkan dan memartabatkan kehidupan. Tetapi ketika di tubuh pembangunan terdapat aneka benalu penyimpangan, banyak sekali pembangunan yang malah berarti perusakan. Ada gedung yang baru dibangun sudah rusak. Ada gedung lama yang cuma untuk mangkrak. Ada kekeliruan yang dizinkan, ada pelanggaran yang dibiarkan, ada bahaya yang disengaja, ada kebakaran yang direncanakan, ada jembatan yang sengaja dibiarkan kelebihan beban.

Begitu pula dengan tata kelola negara. Mengelola rakyat itu sederhana. Hanya membutuhkan dua kata saja: ketegasan hukum. Tidak ada rakyat yang tidak takut hukum. Kalau kemudian begitu banyak pelanggaran hukum, bukan berarti kita memiliki banyak pelanggar, melainkan karena ada begitu banyak hukum yang menantang untuk dilanggar.

Di dunia ini sebetulnya tidak ada urusan yang ruwet. Yang ada ialah persoalan yang dibiarkan, ditumpuk, diabaikan untuk kemudian ia beranak-pinak sedemikian rupa hingga tak bisa lagi dicegah kecuali harus berujung pada kerusakan. Dan seluruh kerusakan itu hanya butuh sebab sederhana: rabun hati, penyakit yang membuat indera peraba, perasa, pendengar, pencium, pengecap lenyap dan yang tertingal cuma indera kepentingannya sendiri. (Prie GS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar